Meningkatkan Jumlah Investor di Indonesia
December 9, 2013 Leave a comment
Oleh:
Harry Andrian Simbolon, SE., M.Ak., QIA
Lisa Lawrentiis, SE., MM
Joevan Yudha, SE
Adam Zulfikar, SE
Agus Triana Putra, SE
Usia pasar modal Indonesia sebenarnya tidak lagi muda, sebab bangsa ini sudah mengenal pasar modal sejak tahun 1912 lalu. Sayangnya meski berumur lebih dari seabad, belum mayoritas masyarakat Indonesia yang memanfaatkan pasar modal sebagai sarana investasi. Fakta itu terlihat dari sub rekening efek investor domestik yang tercatat, jumlahnya hanya sekitar angka 376.000 per 30 September 2013. Bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa. Peningkatan jumlah investor domestik merupakan tantangan bagi pasar modal Indonesia. Rencanarencana strategis pun dicanangkan, di antaranya dengan diselenggarakannya program Gerakan Cinta Pasar Modal pada tahun 2013 ini.
Itu dari sisi demand, sementara dari sisi supply, jumlah emiten yang listing masih jauh tertinggal dibanding bursa di negaranegara lain. Malaysia, negara tetangga kita memiliki emiten mencapai 910 perusahaan, Singapura sekitar 782 emiten, sementara Indonesia per 30 September 2013 baru memiliki 479 emiten. Namun, perkembangan jumlah emiten di Indonesia masih memiliki peluang yang tinggi karena Indonesia punya ribuan perusahaan bagus yang memiliki potensi untuk digalang masuk ke pasar modal.
Perkembangan pasar modal Indonesia yang mungkin belum memuaskan banyak pihak boleh jadi disebabkan oleh masa rehat berkalikali yang dialami pasar modal Indonesia. Kita tahu, meski telah dibuka sejak tahun 1912, bisa dikatakan pasar modal Indonesia baru benarbenar aktif sejak 36 tahun silam. Sebelumnya aktivitas pasar modal kerap terganggu oleh perang dan gejolak ekonomi.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, pasar modal pertama kali diperkenalkan oleh penjajah Belanda pada tahun 1912 dengan mendirikan bursa efek di Jakarta sebagai fasilitas dalam memperjualbelikan saham dan obligasi perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia. Aktivitas bursa efek hingga periode 1929 sempat semarak, namun Perang Dunia II berakibat pada berkecamuknya resesi ekonomi di Indonesia dan di luar negeri, hingga mengharuskan bursa efek menghentikan aktivitasnya.
Saat kondisi mulai membaik, pada era Presiden Soekarno tepatnya tanggal 3 Juni 1952 bursa efek di Jakarta kembali dibuka, namun perkembangannya tidak lama lantaran ada kebijakan yang enasionalisasi perusahaan asing, kemudian kepanikan pemodal akibat perang perebutan Irian Barat dengan Belanda, ditambah lagi kebijakan Soekarno yang mencetak uang besarbesaran, berakibat melambungnya inflasi hingga mencapai 650%. Kondisi itu membuat merosotnya kepercayaan investor sehingga mau tak mau bursa efek sulit melanjutkan aktivitasnya.
Pergantian rezim membuat kebijakan ekonomi pun berubah, konfrontasi dengan asing tidak lagi dilakukan. Sebaliknya Presiden Soeharto bahkan mendorong masuknya investasi asing, itu membuat mencuatnya permintaan mengaktifkan kembali bursa efek. Soeharto lalu mengaktifkan kembali pasar modal pada 10 Agustus 1977. Pengaktifan itu merupakan periode penting dan dikenang sebagai lahirnya kembali pasar modal Indonesia. Sayangnya sejak 1977 hingga 1987 perkembangan pasar modal tidak bergairah, lantaran ketatnya peraturan terutama terkait prosedur emisi saham & obligasi. Mencermati kondisi itu pada akhir tahun 1987 pemerintah Orde Baru membuat kebijakan deregulasi atau pelonggaran aturan. Dampaknya adalah pasar modal bergairah, terlihat dari jumlah emiten yang listing dari hanya 25 emiten sebelum deregulasi menjadi 150 emiten pada tahun 1991.
Paket deregulasi merupakan fase penting kedua bagi perkembangan pasar modal Indonesia selain pengaktifan kembali pada tahun 1977. Sementara fase ketiga menurutnya terjadi saat UndangUndang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal disahkan tanggal 1 Januari 1996. UU tersebut membawa kepastian hukum atas investasi di pasar modal. Masa penting bagi perkembangan pasar modal berikutnya terjadi pada tahun 2011, ketika Otoritas Jasa Keuangan dibentuk.
Lembaga baru tersebut mulai mengambil alih wewenang pengawasan atas pasar modal Indonesia dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BapepamLK), yang kemudian melebur dalam OJK, sejak memasuki tahun 2013. Ini berarti sudah hampir setahun OJK bekerja. Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan besar karena menjadi pengawas pasar modal dan lembaga keuangan non bank, OJK nantinya akan memiliki kewenangan menjadi pengawas di industri perbankan pula. Di bawah kendali OJK, diharapkan industri pasar modal dan perbankan berkembang lebih pesat yang berujung pada peningkatan jumlah investor yang menanamkan uangnya pada pasar modal.
Meningkatkan Jumlah Supply dan Demand Pasar
OJK akan melakukan banyak upaya dalam mewujudkan peningkatan jumlah investor seperti disebutkan diatas. Banyak upaya yang akan digadang. Kunci utama memajukan pasar modal tidak lain dengan terus menerus meningkatkan jumlah supply dan demand pasar. Itu artinya OJK harus membuat terobosan terutama dengan menelorkan peraturanperaturan yang lebih populis bagi calon emiten maupun masyarakat calon investor.
Untuk meningkatkan supply, “OJK akan terus menjadikan pasar modal sebagai sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien, dan kompetitif.” Bentuk konkretnya tidak lain dengan menyederhanakan prosedur penawaran umum dan melakukan rasionalisasi kewajiban keterbukaan informasi. Meski begitu dia berjanji penyederhanaan tersebut dilakukan tanpa mengurangi kualitas informasi dan perlindungan terhadap investor.
Sementara terkait upaya meningkatkan demand pasar, OJK punya segudang agenda yang muaranya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat investor terhadap pasar modal. Salah satu agenda besar itu adalah pembentukan lembaga Investor Protection Fund. Lembaga baru yang akan menjamin investasi investor dari potensi fraud (penggelapan) di pasar itu ditargetkan sudah mulai beroperasi pada akhir tahun ini. Kehadiran Investor Protection Fund tersebut diyakini membuat investor makin aman dan nyaman berinvestasi di pasar modal.
Upaya penegakan hukum yang adil dan transparan juga dijanjikan OJK kepada investor. Selain itu OJK akan berupaya mencegah terjadinya pelanggaran dengan membuat standar good corporate governance (GCG) yang nantinya harus ditaati oleh perusahaan efek maupun emiten yang berperan di pasar modal. Saat ini, roadmap GCG tersebut termasuk manualnya sedang disusun. Standar GCG baru tersebut menjadi bagian dari sejumlah agenda OJK lain dalam meningkatkan infrastruktur pasar modal.
Upaya lain termasuk penyusunan peraturan baru dan peraturan revisi yang disesuaikan dengan praktik yang berlaku secara internasional, serta prinsipprinsip internasional yang dikeluarkan oleh lembaga internasional yang menjadi acuan bagi seluruh pasar modal di dunia. Meski begitu, semua upaya itu juga dilakukan oleh pasar modal negara lain karena sejatinya terjadi persaingan antar negara dalam merebut kepercayaan investor, terutama asing.
Sosialisasi dan Edukasi
Cara lain dalam meningkatakan jumlah investor adalah fokus pada sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat umum selaku calon investor. OJK selaku regulator pasar modal serta BEI selaku operator memiliki dua cara agar jumlah investor pasar modal bisa bertambah banyak:
1. Fokus ke sosialisasi
Bentuk sosialisasi tersebut berupa menggelar Road Show promosi Pasar Modal ke berbagai daerah di Indonesia dan juga ke universitas/kampus. Selain itu, BEI juga memiliki program Investor Day dan Sekolah Pasar Modal dengan bekerja sama dengan 107 kampus di seluruh Indonesia
2. Edukasi Pasar Modal
Pihak BEI sudah memasukkan informasi ke dalam kurikulum pendidikan Indonesia. Pelatihan ke asosiasi guru ekonomi tentang Pasar Modal juga telah diberikan.
Jumlah investor yang ada di Indonesia saat ini hampir mencapai 400.000 investor dibandingkan dengan Juni 2009 yang baru sekitar 160.000 rekening. Meski terus tumbuh, tapi jumlah tersebut masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan populasi masyarakat kelas menengah Indonesia. Menurut data McKinsey, Indonesia memiliki 40 juta kelas menengah yang berarti investor pasar modal hanya 1% nya saja.
Terkait regulasi, OJK juga telah melakukan beberapa revisi dan pengembangan aturan, agar dapat menjangkau investor dalam negeri secara lebih luas dan berkembang. Diantaranya untuk manajer investasi sekarang ini dapat melakukan pemasaran produk-produknya tidak hanya melalui perbankan saja, akan tetapi pihak-pihak lain yang terkait bisa terlibat. Ini dilakukan agar memiliki jangkauan yang lebih luas. Broker juga dapat memiliki online trading yang aktif supaya bisa menjangkau masyarakat.
Baru-baru ini juga telah diadakan ‘Investor Summit and Capital Market Expo’ (ISCME) 2013. Dalam acara tersebut diagendakan bahwa para investor dapat bertemu dan berkomunikasi secara langsung dengan emiten untuk mengetahui secara jelas bisnis serta produk-produk yang dijalankan oleh emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). Agenda ‘Investor Summit and Capital Market Expo’ merupakan salah satu dari upaya meningkatkan jumlah investor, perusahaan tercatat dan menambah likuiditas pasar modal.
Peran investor domestik sangat dibutuhkan dalam menjaga kestabilan pasar modal Indonesia menyusul kondisi global yang sedang tidak menentu. Otoritas pasar modal Indonesia juga terus membangun infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan pasar modal Indonesia.
Pendekatan Ekonomi Makro dan Peran Pemerintah
Pasar modal ikut serta dalam mengantisipasi terjadinya krisis. Semakin banyak investor yang masuk ke pasar dalam negeri, pasar modal akan semakin likuid, sehingga pada akhirnya ancaman krisis yang kapan saja bisa terjadi dapat diantisipasi. Antisipasi seperti ini pernah dilakukan Indonesia pada saat krisis tahun 2008. Sehingga pada akhirnya, krisis yang disebabkan dari pergolakan perekonomian dunia tersebut tak menjalar secara luas ke berbagai sektor di dalam negeri.
Perlu dilakukan perbaikan di beberapa aspek agar masyarakat lebih nyaman untuk berinvestasi. Untuk memberikan jalan yang lebih baik bagi investasi, maka perlu membuat kebijakan dalam sistem ekonomi, Sosial-politik dan penegakan hukum yang berkesimbungan:
1. Sistem Ekonomi
Krisis ekonomi Indonesia antara lain karena terjadinya moral hazard diberbagai sektor ekonomi dan politik. Permasalahan moral hazard sudah cukup luas dan mendalam. Dalam skala yang luas, faktor moral dan etika harus dimasukkan sebagai variabel ekonomi yang penting, khususnya dalam pola tingkah laku berekonomi dan berbisnis.
Selain itu, dalam konteks krisis ekonomi Indonesia, dampak krisis yang terus mendera negara kita adalah masih berkutatnya sejumlah permasalahan mendasar dari perekonomian kita akibat akumulasi kezaliman ekonomi selama ini, yaitu berupa: kemiskinan struktural yang parah (yang terlalu berpihak kepada pemilik modal dan konglomerasi), angka pengangguran yang meledak, ketimpangan distribusi pendapatan, ketimpangan pembangunan antar daerah, konsentrasi kepemilikikan aset produktif di tangan konglomerat, beban utang luar negeri dan penjajahan ekonomi nasional doleh kekuatan asing. Tidak mengherankan, karena sesungguhnya apa yang dibanggakan oleh tim arsitek ekonomi Orde Baru dengan konsep tricle down effect-nya dan mengejar pertumbuhan ekonomi setinggi –tingginya tak lebih dari sekedar pencapaian bubble economy (ekonomi gelembung sabun) yang semu.
Oleh karena itu, perlu memulai adanya alternatif tawaran sistem perekonomian Indonesia yang memberikan jaminan keadilan dan berkesinambungan. Prinsip moral seperti kebenaran, kebaikan dan keadilan yang menjadi panutan individu sebagai anggota masyarakat, adalah sumber dari standar sikap tindak. Dari norma kepercayaan, nilai; individu menciptakan etika, sistim dari standar moral yang melahirkan persoalan dasar dari tingkah laku sosial, seperti kehormatan, loyalitas, perlakuan yang adil terhadap pihak lain, menghormati kehidupan dan martabat manusia. Seperti hukum, etika menjadi sumber standar tingkah laku individu. Namun, tidak seperti hukum, etika tidak ditegakkan atau dipaksakan oleh kekuasaan dari luar seperti pemerintah atau negara. Standar etika berasal dari standar moral dari dalam individu dan ditegakkan oleh individu yang bersangkutan. Melalui hukum masyarakat menegakkan aturan hukum untuk semua anggota masyarakat, sementara melalui etika individu mengembangkan dan menegakkan standar moral bagi diri mereka sendiri.
Dengan kepribadian yang dimiliki oleh masyarakat maka akan mudah merealisasikan kaidah/ sistem khususnya dalam bidang ekonomi bangsa Indonesia.
2. Sistem Sosial Politik
Dari sudut sejarah ekonomi, suatu bangsa memasuki tahap negara kesejahteraan ditandai dengan berkembangnya ekonomi yang melindungi pihak yang lemah. Pada periode ini negara mulai memperhatikan antara lain perlindungan tenaga kerja, perlindungan konsumen. Undang-undang yang berkenaan untuk perlindungan berbagai pihak tersebut untuk mengoreksi industrialisasi yang tidak selalu memberikan kebaikan kepada semua golongan masyarakat.
Pada persoalan pertemuan pengembangan investasi yang bersinggungan dengan kepentingan sosial perlu adanya pendekatan sosial politik yang berlandaskan kearifan lokal yang ada di tengah-tengah masyarakat. Hal ini penting, agar kepentingan-kepentingan masyarakat yang diwakili oleh negara tidak hilang dan terserabut dari akarnya.
Kearifan lokal yang didukung oleh kebijakan politik bersama akan menjadi sangat mendukung terhadap tumbuhnya investasi asing serta dalam perjalanannya akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul seiring dengan laju investasi serta dampaknya terhadap budaya dan lingkungan.
3. Sistem Hukum dan Penegakannya
Hukum dan investasi adalah ibarat sekeping mata uang yang tak terpisahkan, hukum adalah perangkat yang mengatur semua hal kehidupan masyarakat termasuk salah satunya investasi. Salah satu mazhab penting dalam “teori finansial” mencoba mengaitkan sistem hukum dengan perilaku investasi.
Faktor yang utama bagi hukum dalam pengaturan ekonomi untuk dapat berperanadalah apakah hukum mampu menciptakan“stability”, “predictability” dan “fairness”. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistim ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stabilitas (stability) adalah potensi hukum menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan fungsi hukum untuk dapat meramalkan (predictability) akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negara yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang tradisional. Aspek keadilan (fairness), seperti, perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.
Seperti yang dikatakan diatas, salah satu penyebab investasi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan adalah penegakan hukum yang tidak berjalan ditambah lagi adanya biaya siluman yang mengakibatkan cost yang tinggi bagi investor.
Secara umum, apabila kita lihat dari peraturan perundang-undangan, peluang investasi untuk investor asing di Indonesia sangat banyak dan Negara memberikan perlakuan yang sama terhadap investor asing ataupun local ( Pasal 4 ayat 2). Dalam penjelasannya pasal 4 ayat ayat 2 huruf (a) ini bagi investor asing kecuali apabila dikemudian hari ditemukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Namun, tidak berarti semua bidang bisa dimasuki investor asing. Ada beberapa bidang usaha yang masih tertutup bagi mereka. Pertimbangannya, pemerintah bermaksud melindungi pelaku lokal untuk bidang-bidang tertentu. Tapi hal ini harus disosialisasikan kepada semua investor, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang negatif kepada investor khususnya asing. Karena dalam pasal 12 ayat 1 UU. No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pembatasan bidang usaha ditentukan oleh Peraturan Presiden yang tentu banyak kepentingan bermain disana. Sedang untuk pasal 12 ayat 2 sudah jelas oleh undang-undang tersebut.