Akuntan Tak Profesional Picu Krisis Besar
December 10, 2010 Leave a comment
Penyelesaian krisis yang mahal itu terjadi karena fungsi akuntan publik tidak diperhatikan
Tak hanya Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah juga mendesak RUU Akuntan Publik guna segera disahkan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Undang-undang ini penting karena pelaksanaan ekonomi di negeri ini ditunjang fungsi akuntan publik.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo bercerita bagaimana pentingnya seorang akuntan publik pada krisis 1997/1998. Penyelesaian krisis yang begitu mahal itu terjadi karena nasib, tugas dan fungsi akuntan publik tidak diperhatikan.
“Untuk menyembuhkan (krisis) biayanya diatas Rp500 triliun,” kata Agus di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat 10 Desember 2010.
Sumber dari krisis itu sendiri dikarenakan adanya bubble akibat kualitas ekonomi yang buruk. “Itu yang salah manusianya, mulai dari pelaku, pengusaha, perbankan nasional, Bank Indonesia juga pemerintah. Makanya terjadi bubble,” kata Agus.
Bubble ini timbul karena pemerintah dan pengusaha tidak memperhatikan peran akuntan publik secara baik. Akuntan yang harusnya bekerja profesional dan bertanggungjawab terhadap kualitas laporan keuangan perusahaan, statusnya malah diabaikan begitu saja. Akibat laporannya yang disangka baik ternyata tidak dan begitu pula perusahaan yang disangka sehat ternyata tidak.
Melalui RUU akuntan publik ini, kata Agus, negara ingin mengatur peran dan bagaimana akuntan publik bekerja. Pasalnya, saat ini terjadi ketimpangan dalam dunia akuntan publik. Dari 16 ribu perusahaan yang selalu diaudit setiap tahun, 70 persennya hanya diaduit oleh 4 akuntan publik. Sisanya lebih dari 400 akuntan publik dan 600 orang akuntan bekerja tidak memiliki kue yang sama.
Undang Undang itu juga mengatur bagaimana profesi akuntan itu bisa mendapatkan perhatian dan pembinaan, mulai dari ijin, menentukan standar akunting juga mengawasi kode etik. Nantinya akan ada sebuah komite yang dibentuk.
“Nanti keberadaan akuntan publik ijin tetap pemerintah, kemudian dalam pelaksanaanya mengawasi dan membina ada komite yang terdiri dari perwakilan pemerintah, asosiasi, dan emiten,” katanya.
Komite ini penting untuk membagi porsi kue audit laporan keuangan agar tidak didominasi oleh 4 akuntan publik saja.
Dengan undang-undang ini juga diharapkan setiap akuntan publik bisa bekerja secara profesional. Kedepan Kementerian Keuangan, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak mempercayakan audit laporan keuangan perusahaan itu kepada akuntan publik.
Menurut Agus, nantinya bagi setiap wajib pajak yang laporan keuangannya sudah diaudit oleh akuntan publik dan statusnya baik, maka laporan keuangan itu tidak akan diperiksa lagi oleh Ditjen Pajak.
“Ini karena kita percaya, akuntan publik mampu dan laporannya benar,” katanya. Sehingga dengan demikian Ditjen Pajak hanya tinggal berfokus pada perusahaan yang memang bermasalah.
Aturan lain yang akan diatur dalam undang-undang adalah setiap emiten nantinya hanya boleh dipegang oleh satu akuntan publik dalam jangka waktu enam tahun, setelahnya harus diaduit oleh akuntan publik lain.
Tak hanya itu dalam proses audit itu juga khusus untuk authoritie signer (penandatanganan yang mengetahui audit pemeriksaan) harus berganti setiap tiga tahun. Ini dengan tujuan agar tidak ada permainan dalam proses audit suatu laporan keuangan perusahaan. (hs)
Sumber: Viva News