Akuntansi Manajemen Pada Perusahaan Modern

maOleh: Harry Andrian Simbolon, SE., MAk., QIA., Ak., CA., CPA., CMA

Studi menunjukkan bahwa semakin kompleks suatu bisnis maka sistem akuntansi biaya konvensional menjadi semakin kurang bermanfaat. Sepanjang produk, proses, dan jaringan distribusi berubah semakin kompleks, maka sistem akuntansi biaya harus kembali ditata ulang untuk dapat beradaptasi dengan kebutuhan yang semakin kompleks itu.

Sistem biaya modern harus mampu menghasilkan informasi yang akurat sesuai dengan tuntutan pengguna (fleksibilitas), memberikan informasi dengan cepat kepada pengguna (tepat waktu), memberikan informasi yang konsisten secara menyeluruh (konsistensi), praktis di semua tingkatan: operasi; taktis; strategis (praktis), dan menggerakkan manajer untuk berpikir dengan pola pikir baru (manajemen perubahan).

Sistem akuntansi biaya konvensional mengelompokkan semua biaya yang tidak dapat diatribusikan langsung ke produk tertentu sebagai biaya tidak langsung dan mengalokasikannya berdasarkan volume output. Biaya standar dan sistem penganggaran digunakan untuk pengendalian biaya. Sistem biaya standar mencatat efisiensi dan ketidak-efisienan dengan membandingkan biaya aktual dengan yang dianggarkan.

Meskipun biaya standar dan sistem penganggaran yang digunakan adalah yang terbaik, namun tetap memiliki dua keterbatasan yang sangat mengganggu nilai perusahaan. Pertama, sistem tersebut tidak melaporkan secara akurat biaya proses, produk, dan penanganan pelanggan. Kedua, sistem tersebut memberikan informasi yang tidak memadai untuk mendukung kegiatan pembelajaran dan perbaikan berkelanjutan.

Akuntansi manajemen konvensional memperlakukan biaya sebagai biaya variabel hanya jika biaya tersebut berubah seiring dengan perubahan output dalam jangka pendek. Robert Kaplan dalam risetnya menemukan bahwa banyak kategori biaya penting tidak terdampak dengan perubahan output jangka pendek tetapi dengan perubahan jangka panjang (lebih dari setahun) yaitu dalam desain, struktur biaya, dan rentang produk dan pelanggan. Sebuah sistem yang efektif untuk mengukur biaya produk harus dapat mengidentifikasi dan mengatribusikan biaya-biaya yang kompleks ini ke produk.

Lingkungan yang semakin kompetitif saat ini mengharuskan perusahaan memiliki informasi yang akurat dan tepat waktu untuk membuat proses lebih efisien dan lebih berfokus pada pelanggan. Sistem keuangan konvensional menyiapkan dan mengumumkan ringkasan informasi keuangan sebagai umpan balik sesuai dengan siklus pelaporan keuangan. Karena kompleksnya proses tutup buku, terkadang penyelesaian laporan keuangan tertunda selama beberapa hari atau beberapa minggu setelah periode akuntansi ditutup, hal ini tentu berdampak pada terlambatnya para stakeholder untuk mengambil tindakan korektif. Akibatnya bagi manajer pusat pertanggung-jawaban informasi ini juga terlambat diterima. Karena laporan kinerja bulanan untuk berbagai departemen operasi dapat berisi alokasi biaya, sehingga manajer akan bertanggung jawab atas kinerja yang seharusnya tidak di bawah kendali mereka. Sebagi contoh, biaya korporasi seperti biaya listrik dialokasikan dengan sembarangan untuk setiap departemen meskipun departemen tersebut tidak bertanggung jawab atas biaya tersebut.

Sistem konvensional beroperasi dengan frekuensi yang sama dengan sistem pelaporan keuangan, memberikan informasi umpan balik (laporan) secara bulanan berdasarkan sistem operasi yang yang dikembangkan oleh para insinyur sejak berabad yang lalu. Namun saat ini kinerja yang hanya memenuhi standar historis tidak lagi memadai, karyawan saat ini harus membuat perbaikan berkelanjutan atas proses yang sedang berlangsung untuk mengurangi dan menghilangkan waste (produksi berlebihan, waktu tunggu, transportasi, pemidahan, pengerjaan ulang, persediaan, cacat), meningkatkan kualitas, dan mengurangi cacat. Mereka membutuhkan informasi yang menggabungkan informasi keuangan dan non keuangan untuk secara bersamaan dapat bekerja meningkatkan kualitas proses, siklus waktu, dan biaya.

Sistem biaya modern dapat dikembangkan sebelum produksi (target costing), selama produksi (activity based costing) dan sepanjang hidup produk (life cycle costing).

Target Costing

Banyak perusahaan Jepang menggunakan target costing untuk memotivasi para insinyur produk untuk memilih desain yang dapat diproduksi dengan biaya rendah. Langkah-langkah yang digunakan dalam mengembangkan target costing yaitu dengan membiarkan pasar menentukan harga jual (SP) dari produk yang akan dijual, mengurangi dari SP keuntungan atau return on sales (ROS) yang ingin dicapai perusahaan sehingga menghasilkan allowable cost (AC) di mana produk harus diproduksi, melakukan value engineering (VE) untuk mencapai target biaya. Setelah VE selesai, jumlah semua cost saving (CS) yang dapat dicapai dikurangi dari drifting cost awal (DC atau perkiraan biaya produk lengkap berdasarkan data biaya saat ini). CS ini kemudian menghasilkan achievable target (AT) yang harus sama dengan reduction target (RT atau DC dikurangi AC).

Manajer menerapkan VE untuk membedakan aktivitas yang memberikan nilai tambah dan yang tidak dalam memproduksi suatu produk atau jasa. Biaya yang tidak memberikan nilai tambah adalah biaya yang jika dihilangkan, tidak akan mengurangi nilai aktual atau dirasakan atau berguna bagi pelanggan dalam menggunakan produk atau layanan itu dan itu adalah biaya yang mana pelanggan tidak bersedia untuk membayarnya. VE bertujuan untuk mengurangi biaya yang tidak memberikan nilai tambah tersebut dengan mengurangi kuantitas cost driver nya dan juga berusaha untuk mengurangi biaya yang memberikan nilai tambah dengan mencapai efisiensi yang lebih besar. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut manajer perlu membedakan ketika biaya terjadi pada saat biaya tidak dapat dihindarkan karena sulit untuk mengubah atau menguranginya.

Biaya yang tidak dapat dihindarkan (locked-in costs) atau biaya yang dirancang sejak semula adalah biaya yang belum terjadi namun sudah ditentukan akan timbul di masa yang akan datang. Produk cacat dan pengerjaan ulang dapat terjadi selama proses produksi, tetapi mereka dapat dikunci jauh lebih awal dalam rantai nilai dengan desain yang bagus dan pengembangan perangkat lunak. Untuk mengurangi biaya-biaya tersebut, manajer harus fokus pada tahap desain dengan mengorganisir tim lintas fungsi yang terdiri dari manajer pemasaran, desainer produk, insinyur, manajer pembelian, pemasok, dan akuntan manajemen sehingga mereka dapat mengevaluasi dampak dari inovasi desain dan modifikasi pada semua fungsi rantai nilai.

Activity Based Costing

Activity-based Costing (ABC) fokus pada aktivitas individu sebagai objek biaya. Aktivitas dapat berupa kegiatan, tugas, atau unit kerja dengan tujuan tertentu misalnya merancang produk, menyiapkan mesin, mengoperasikan mesin, dan mendistribusikan produk. Sistem ABC menghitung biaya aktivitas secara individu dan menentukan objek biaya produk dan jasa atas dasar aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi setiap produk atau jasa tersebut. Langkah-langkah menentukan biaya adalah dengan mengidentifikasi produk yang terpilih sebagai objek biaya, mengidentifikasi biaya langsung produk, memilih dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung kepada produk, mengidentifikasi biaya tidak langsung yang terkait dengan setiap dasar alokasi biaya, menghitung rate per unit untuk masing-masing dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung kepada produk, menghitung biaya tidak langsung yang dialokasikan kepada produk, dan menghitung total biaya produk dengan menambahkan semua biaya langsung dan tidak langsung yang diatribusikan kepada produk.

Life Cycle Costing

Akuntansi biaya konvensional hanya berfokus pada biaya selama tahap produksi. Namun sebagian besar dari biaya sebenarnya terjadi selama tahap desain atau sebelum produksi dimulai. Siklus biaya mencoba untuk memperkirakan biaya sepanjang usia investasinya, misalnya biaya akuisisi, nilai kini atas estimasi biaya operasional dan biaya pemeliharaan sepanjang siklus hidupnya, biaya kesempatan (opportunity costs), biaya pemasaran sepanjang siklus hidupnya dan biaya lainnya. Siklus hidup biaya memberikan gambaran yang lebih baik dari profitabilitas produk jangka panjang dibanding dengan sistem biaya konvensional.

Siklus hidup manajemen biaya terdiri dari tindakan yang diambil yang menyebabkan sebuah produk dirancang, dikembangkan, diproduksi, dipasarkan, didistribusikan, dioperasikan, dipelihara, dilayani, dan dibuang sehingga siklus hidup keuntungan dapat dimaksimalkan. Memaksimalkan siklus hidup keuntungan berarti produsen harus memahami dan memanfaatkan hubungan yang ada di antara tiga sudut pandang siklus hidup, yaitu sudut pandang pemasaran (pengenalan, pertumbuhan, kematangan, penurunan), sudut pandang produksi (penelitian, pengembangan, produksi, logistik) dan sudut pandang konsumsi (pembelian, operasi, pemeliharaan, pembuangan).

Sudut pandang pemasaran adalah sesuatu yang berorientasi pada pendapatan yang berkaitan dengan sifat pola penjualan selama siklus hidup produk. Sudut pandang produksi adalah sesuatu yang berorientasi pada biaya yang menekankan kegiatan internal yang diperlukan untuk mengembangkan, memproduksi, memasarkan, dan melayani produk. Sudut pandang konsumsi adalah sesuatu yang berorientasi pada nilai konsumen yang terkait pada kinerja produk dan harga.

Advertisement

About akuntansibisnis
Me

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: