Akuntansi Bisnis Digital
January 2, 2023 Leave a comment
Oleh: Harry Andrian Simbolon, SE., M.Ak., M.H., QIA., Ak., CA., CPA., CMA, CIBA, ASEAN CPA
Dunia berubah dengan cepat, perusahaan yang tidak mampu mengikuti perubahan tersebut akan tergilas dengan sendirinya, tak terkecuali dalam hal adopsi digital. Bagi Perusahaan yang telah mengadopsi pendekatan digital dalam proses bisnisnya tentunya akan berdampak pula pada aspek akuntansi. Digitalisasi yang terus menerus bermetamorfosis membuat para akuntan harus semakin agile dalam memahami setiap transaksi yang ada. Kenyataannya transaksi yang mungkin awalnya sederhana menjadi abu-abu oleh skema bisnis yang kompleks. Katakanlah seperti cloud computing yang sebenarnya tidak ada asetnya bagaimanapun akan susah diakui sebagai aset takberwujud namun dalam perjanjiannya tertulis entitas diberikan kontrol akses, atau digital inventory yang perlu dipahami secara mendalam apakah memenuhi kriteria pengakuan sebagai persediaan atas hanya sebagai agent saja. Hal-hal seperti inilah yang akan kita bahas secara mendalam pada tulisan ini.
Digital dan Bisnis Digital
Digital pada intinya berbicara mengenai penciptaan nilai, baik dalam mencari peluang bisnis baru, proses bisnis inti, maupun dalam kapabilitas menggunakan teknologi yang membutuhkan kecepatan dan kelincahan. Apabila kita berbicara mengenai perusahaan digital maka akan merujuk pada perusahaan yang yang berinteraksi, bertransaksi, dan menjalankan bisnisnya melalui saluran digital. Saluran digital adalah jalur komunikasi dan platform yang mempromosikan, memasarkan atau menjual produk, layanan, layanan elektronik, merek, ide, dan/atau layanan antar muka tertulis (seperti situs web, aplikasi seluler, toko elektronik, mesin layanan mandiri atau melalui saluran elektronik apa pun yang mungkin diperkenalkan di masa mendatang).
Dari penjabaran di atas maka bisnis digital dapat didefinisikan sebagai perusahaan yang menggunakan teknologi untuk menciptakan nilai baru dalam model bisnis, pengalaman pelanggan, dan kemampuan internal yang mendukung operasi inti. Beberapa keunikan dalam bisnis digital yaitu:
- Menggunakan teknologi untuk memangkas biaya, mengumpulkan data, dan memberikan pengalaman pelanggan (customer experience) yang lebih baik. Bisnis digital berfokus pada keunggulan kompetitif yang diperoleh teknologi, baik itu mengurangi biaya overhead atau memberikan nilai baru kepada pelanggan.
- Implementasi dan pengelolaan layanan digital memerlukan restrukturisasi organisasi, terutama saat peran baru dibuat, dan teknologi informasi diberi peran yang lebih besar dalam keputusan strategis.
- Model bisnis baru yang menempatkan pengalaman pelanggan sebagai inti dari strategi digital, yaitu model bisnis yang diselaraskan dengan fokus utama pada kepuasan pelanggan yang pada akhirnya akan berpusat pada layanan digital.
Model Bisnis Digital
Bisnis digital dapat dijalankan dalam beberap jenis model berikut:
- Free-Model (ad-supported). Menawarkan layanan gratis, menjadikan pengguna sebagai produk akhir, namun dapat pula diiisi dengan iklan sebagai sumber pendapatan.
- Freemium Model. Memungkinkan pengguna mendapatkan akses gratis ke versi dasar suatu produk. Namun apabila pelanggan mau menggunakan layanan premium dapat melakukan upgrade dengan sejumlah bayaran tertentu.
- On-Demand Model. Produk atau layanan virtual seperti toko video online seperti Amazon Prime Video, jadi pelanggan hanya membeli produk/layanan yang diinginkannya saja.
- Model of Subscription. Pengguna menerima akses, pembaruan, layanan, dll dengan berlangganan secara periodik (contohnya seperti Netflix)
- eCommerce Model. Menjual produk fisik secara online. Contohnya banyak seperti toko online milik sendiri.
- Marketplace Model. Pasar dua sisi tempat penjual dan pembeli menggunakan platform pihak ketiga untuk memperdagangkan barang dan jasa. Contohnya seperti Tokopedia
- Model of Experience. Menambahkan nilai pada item yang tidak dapat dilakukan tanpa menggunakan teknologi digital (Contohnya seperti Tesla)
- Model of Open-Source. Tersedia untuk diunduh, digunakan, dan berkontribusi pada komunitas global (Contohnya seperti Firefox).
- Digital Ecosystem Model. Struktur bisnis digital yang kompleks namun kuat. Seperti Alibaba, Amazon, Apple, Google.
- Sharing Model/Access-Over-Ownership Model. Memungkinkan pelanggan membayar produk, layanan, atau penawaran untuk waktu tertentu tanpa benar-benar memilikinya (contohnya seperti Airbnb, Gojek)
- Model for Generating Hidden Revenue. Aliran pendapatan dapat muncul sebagai hasil pengumpulan dan analisis data.
Selain model bisnis yang dijelaskan di atas, berkembang juga beberapa model bisnis lain seperti:
- Club Affinity – kolaborasi dengan organisasi lain.
- Services with Automation – mengotomatisasi layanan yang dilakukan manusia secara tradisional
- Digital Business Model of Bundling – produk terkait dikemas bersama.
- Crowdsourcing – membuat kontribusi pengguna yang bermanfaat dan langsung atas kontribusi mereka (biasanya uang atau tujuan amal).
- Digital Business Model of turning Data-Into-Assets – menerapkan teknologi mutakhir ke industri lama
- Digital Business Model of Disintermediation – menggunakan perantara untuk memasok layanan atau produk.
Akuntansi Bisnis Digital
Beragam jenis model bisnis digital tersebut tentunya membawa konsekuensi tersendiri bagaimana akuntan mencatat transaksi tersebut. Dalam paparan selanjutnya ini akan dijabarkan secara detail aspek akuntansi yang mungkin timbul.
- Pelaporan Keuangan. Penyusunan laporan keuangan perusahaan digital memiliki basis yang sama dengan perusahaan pada umumnya yaitu didasarkan pada prinsip going concern. Namun perlu dipahami bersama dengan melihat fenomena yang terjadi sekarang ini banyak perusahaan digital bertumbangan, baik karena kehabisan dana, bisnis model yang tida teruji, rugi terus menerus, dll. Oleh karena itu perlu menjadi pertimbangan utama aspek going concern pada perusahaan digital. PSAK 1 Paragraf 25 dan 26 mengatakan bahwa Laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip Going Concern, sedangkan Standar Audit (SA) 570 menyatakan bahwa Tanggung jawab auditor dalam audit LK dengan asusmsi Going Concern.
- Aset. Beberapa isu utama yang mungkin timbul antara lain: 1) inventory, manakala perusahaan digital memperdagangkan digital inventory seperti game, musik dan video; 2) aset tetap, apakah aset tersebut dimiliki atau hanya menggunakan aset milik pihak lain seperti infrastrukture as as service (IAAS), platform as a service (PAAS), atau software as a service (SAAS), bedanya mungkin akan sangat sulit diidentifikasi apabila dibandingkan dengan aset milik yang ada di premis Perusahaan.
- Kewajiban. Perusahaan digital seringnya mencari dana dalam investor dengan menawarkan convertibel notes dengan janji apabila target metrix tertentu dapat dicapai maka dapat dikonversi menjadi saham. Selain itu aspek hutang lainnya adalah karena model bisnis perusahaan digital yang menawarkan layanan yang berbatas waktu sehingga menimbulkan konsekuensi pendapatan di terima di muka atau pendapatan ditangguhkan.
- Ekuitas. Perusahaan digital sering kali menawarkan jenis saham yang berbeda-beda tergantung pada sweeterner yang diberikan saat funding series. Lihat saja contohnya dalam laporan keuangan GoTo, di sana saham dipisahkan berdasarkan kelasnya, baik saham biasa maupun saham preferen.
- Pendapatan. Pedoman pengakuan pendapatan memang menggunakan PSAK 72, sama seperti pada perusahaan lainnya, namun kompleksitas model bisnis yang ada menuntut akuntan cermat mengidentifikasi 5 step model dalam pengakuan pendapatan. Beragam model bisnis seperti dijelaskan di atas sangat terkait erat dengan pengakuan pendapatan ini, oleh karena itu para akuntan harus cermat memahami skema bisnis yang ada.
- Biaya. Pada umumnya dalam menjalankan kegiatan operasional, Perusahaan Digital akan menanggung beban yang cukup tinggi sehingga membutuhkan runway Panjang dalam pengeluaran kas. Beban merupakan unsur laporan keuangan yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain. Beberapa biaya yang sering terjadi pada perusahan digital seperti Domain hosting & email, Licensing & permit, Contractor & Employee, Communication platform and software, Insurance dan Advertising & Marketing.
- Manfaat Karyawan. Seperti kita ketahui karyawan yang bekerja di Perusahaan digital pada umumnya mendapatkan manfaat yang relatif tinggi dibanding perusahaan pada umumnya, selain itu ada tawaran insentif lainnya yang terkait dengan metrix-metrix pencapaian tertentu. Selain itu sering juga karyawan di Startup dijanjikan sharebased payment apabila mencapai target tertentu. Akuntan harus mampu memotret future liability tersebut dan menyajikannya dalam Laporan Keuangan.
- Perubahan Kurs.Perusahaan digital pada umumnya berjalan dengan pendanaan dari investor (venture capital) yang seringnya juga dari luar negeri. Biasanya juga investor-investor tersebut menitipkan use case – use case tertentu untuk di eksekusi di start up tersebut, dampaknya adalah transaksi operasional yang terjadi tentu tidak menggunakan mata uang fungsional maka harus dijabarkan dalam laporan keuangan.
- Provisi & Kontijensi. Pada umumnya provisi bersifat kontingen karena tidak pasti jumlah atau waktunya. Kontinjensi digunakan untuk aset dan liabilitas yang tidak diakui karena keberadaannya hanya dapat dipastikan dengan prasyarat di masa depan (Mis: Imbalan Kontinjensi (poin, bonus, dll) dan Tanggung Jawab Hukum). Beberapa contohnya seperti provisi atas imbalan kerja, lawsuit, dll
- Lease. Perusahaan digital biasanya menghindari kepemilikan aset langsung, oleh karena itu biasanya mereka menyewa seperti gedung kantor, kendaraan, atau bahkan server. Dampaknya tentu akan dicatat sebagai aset sewa menggunakan PSAK 73.
- Perpajakan. Aspek perpajakan dalam Perusahaan Digital utamanya menyasar pada keberadaan (Significant Economic Presence) Perusahaan tersebut, seperti tertuang dalam UU No 2 tahun 2022 dan Permenkeu No. 48 of 2020.
- Istrumen Keuangan. Kemampuan Perusahaan digital meng-colect piutang pelanggan berdampak pada perhitungan expected credit loss, investasi antara perusahaan digital perlu di-asses SPPI dan Business Model tesnya, juga akuntansi lindung nilai juga perlu dipotret juga seperti dalam hal hedging, foreign currency swap, dll.
- Peristiwa setelah periode palporan. Agility pada perusahaan digital berdampak pada pesatnya perubahan bisnis yang terjadi. Setiap aksi korporasi harus diidentifikasi apakah berdampak pada Perusahaan Digital itu sendiri atau tidak, termasuk identifikasi kapan terjadinya.
- Pengungkapan Pihak Berelasi. Perusahaan Digital perlu mengidentifikasi pihak berelasi untuk memastikan bahwa laporan keuangan memuat pengungkapan yang diperlukan telah dipengaruhi oleh transaksi dan saldo termasuk komitmen dengan pihak berelasi. Frekuensi putaran pendanaan untuk perusahaan digital akan mempengaruhi pengungkapan pihak-pihak terkait tersebut.
- Penurunan Nilai. Perusahaan Digital perlu mempertimbangkan perubahan bisnis yang cepat yang terjadi pada asetnya. Indikasi penurunan nilai dapat dilihat dari sumber eksternal dan internal. Contoh nyatanya adalah platform yang dibangun oleh Perusahaan Digital ternyata tidak mampu memberikan keuntungan tambahan bagi perusahaan seperti yang diharapkan.
- Pengukuran Nilai Wajar. Pengukuran dan pengungkapan nilai wajar aset atau kewajiban yang diterapkan oleh perusahaan digital merujuk pada PSAK 68. Nilai wajar sangat familiar pada Perusahaan Digital di setiap milestone (Bootstrap, Seed Capital, Seri A, Seri B, Seri C, IPO). Metode penilaian berdasarkan PO OJK no 35/2020.
Terakhir kita berbicara mengenai exit strategy. Pada saat Perusahaan Digital didirikan, para founder pasti sudah merencanakan suatu saat nanti ia akan mengambil keuntungan dari valuasi dan kepemilikannya pada startup tersebut. Exit adalah salah satu strategi pemilik perusahan digital untuk mengutilisasi sumberdaya yang telah dimilikinya selama ini pada Perusahaan Digital tersebut. Banyak Perusahaan Digital didirikan memang direncanakan akan exit pada suatu waktu tertentu. Rencana exit ini terkadang tampak pada business plan Perusahaan Digital itu sendiri.
Ada beberapa cara Perusahaan digital menerapkan exit strategy, yaitu diantaranya:
- Going Public. Untuk menjadi perusahaan publik umumnya dilakukan dengan Initial Public Offering (IPO) di bursa, caranya yaitu dengan mengikuti mekanisme pendaftaran sesuai dengan aturan dari bursa. Namun ada cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan direct listing menggunakan metode Special Purpose Acquisition Company (SPAC). Metode ini sudah umum terjadi di Bursa Amerika, namun di Indonesia sepertinya masih belum ada precendent.
- Outside the startup. Memposisikan diri menjadi di luar perusahaan dapat dilakukan dengan 3 cara: 1) merger; 2) Akuisisi; 3) Acquihires. Merger dilakukan dengan menggabungkan perusahaan existing dengan perusahaan lain, akuisisi dilakukan dengan mengambil alih/diambil alih oleh perusahaan lain, acquihires lebih pada mengambil alih karyawan kunci dalam perusahaan tersebut daripada perusahaan secara legal entity.
- Within the startup. Biasanya hal ini terjadi pada perusahaan keluarga, di mana terdapat suksesi di dalam keluarga itu sendiri. Selain itu biasanya juga terjadi apabila terjadi parent/investor melakukan buyout, dan terakhir bisa saja manajemen internal yang melakukan bayout.
- Adverse exit. Cara exit yang paling extrim dan cenderung merupakan pilihan terakhir adalah likuidasi dan bangkrut.
Aspek akuntansi atas peristiwa exit ini termasuk salah satu yang paling kopleks, karena melibatkan beragam disiplin ilmu, seperti valuasi, tax, law, dll. Karena kompleksitas ini maka para akuntan di perusahaan digital harus dibekali pehaman yang mendalam atas beragam disiplin ilmu tersebut.
Beberapa use case seperti yang saya jelaskan di atas mungkin saja akan terus berkembang bermetamorposis mengikuti perkembangan yang ada. Namun satu yang penting adalah bahwa yang paling utama adalah mindset, sepanjang mindset kita sudah “berdamai” dengan dengan digital, maka apapun perubahan yang terjadi maka kita akan dengan cepat menyesuaikan diri dan ikut berlari bersama dengan perubahan itu sendiri. Semangat para akuntan…
*) for further inquiry or training/workshop invitation, please contact me…