Kompleksitas Standar Akuntansi Baru: Siapa Yang Diuntungkan?
December 23, 2020 1 Comment
Oleh: Harry Andrian Simbolon., SE., MAk., QIA., Ak., CA., CPA., CMA., CIBA., ASEAN CPA
Akuntan perusahaan sekarang ini pasti sedang luar biasa sibuk menerapkan standar akuntansi baru yang mulai berlaku di tahun 2020 ini, yaitu PSAK 71 Instrumen Keuangan, PSAK 72 Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan, dan PSAK 73 Sewa. Pada tahap dengar pendapat publik sebelum standar-standar ini disahkan saja, diskursus yang terjadi sudah sangat dinamis, pro dan kontra datang silih berganti, bahkan beberapa asosisasi industri juga ikut turun tangan, sampai penundaan implementasipun terjadi. Ketika berlaku efektif inilah kegelisahan selama ini benar-benar dirasakan.
Bagi para pelaku usaha yang sudah mengantisipasi dampak penerapan standar ini tentunya sudah sejak dini mempersiapkannya, minimal dengan mengundang konsultan akuntansi melakukan impact assessment selanjutnya menyiapkan segala sesuatu sesuai assessment tersebut. Yang lebih advance lagi mungkin sudah mempersiapkan infrastruktur teknologi untuk mengotomasi proses yang terjadi. Yang paling sederhana sekedar merekrut karyawan yang memang ahli dalam hal ini atau mengikutsertakan karyawan pada training yang relevan. Namun apakah dengan melakukan hal-hal tersebut masalahnya selesai?
Standar-standar akuntansi yang baru ini membuka mata kita – para akuntan, bahwa menjadi akuntan tidak hanya sekedar paham debit dan kredit, tahu bagaimana menjurnal, atau sekedar membuat laporan keuangan. Tetapi jauh dari pada itu, akuntan harus paham surrounding knowledge yang melatarbelakangi suatu peristiwa ekonomi. Mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh kita bahwa menjadi akuntan harus juga menjadi ekonom setelah penerapan PSAK 71 ini, yaitu bagaimana akuntan harus bisa memprediksi peristiwa ekonomi masa depan dalam mengkaji penurunan nilai dari aset keuangan (forward looking), demikian juga dalam melakukan business model testing, menempatkan akuntan tidak lagi sekedar menjadi orang yang di belakang meja saja, tapi merangkak lebih kedepan seperti gelandang serang dalam sepak bola. PSAK 71 juga mencakup penilaian nilai wajar investasi yang dimiliki perusahaan. Akuntan harus mampu melakukan penilaian nilai wajar berdasarkan panduan yang disediakan dalam PSAK 68 Pengukuran Nilai Wajar. Akuntan harus paham bagaimana melakukan penilaian, menggunakan asumsi-asumsi yang tepat dan menggunakan teknik penilaian yang relevan.
Dalam menerapkan PSAK 72 juga demikian. Lima tahap pengakuan pendapatan dalam standar tersebut mengharuskan akuntan memahami bisnis secara end to end, yaitu bagaimana bisnis mampu meng-create pendapatan, apa kewajiban pelaksaaan yang harus diberikan perusahaan kepada pelanggan, dan apakah kriteria-ketika kewajiban tersebut sudah dipenuhi perusahaan. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah pendapatan dihasilkan secara point in time atau overtime. Konsep dasar pengakuan pendapatan ini adalah hal utama yang harus dipahami para akuntan perusahaan, minimal terdapat organ perusahaan yang memahaminya secara mendalam, jangan sampai kasus yang menghebohkan dunia bisnis tahun lalu berulang lagi hanya karena ingin mempercantik laporan keuangan, dampak sistemisnya sangat terasa yang berujung pada menurunnya kepercayaan publik kepada perusahaan tersebut.
PSAK 73 pun demikian, identifikasi kontrak sewa menjadi titik awal kerumitan yang terjadi. Secara kasat mata mungkin kita bisa membedakan suatu kontrak itu sewa atau tidak, namun kompleksitas bisnis yang terjadi sekarang ini sangat memungkinkan sekali bahwa dalam suatu kontrak pengadaan terdapat komponen sewa dan non sewa. Mengalokasikan pembayaran sewa kepada komponen-komponen tersebut membuatnya menjadi semakin kompleks, yaitu harus juga bisa mempertimbangkan variabel lainnya yang ada di dalam kontrak. Demikian juga biaya-biaya yang selama ini kita anggap dapat dibebankan begitu saja harus dapat diidentifikasi, jika melekat dengan perolehan aset sewa tersebut maka harus juga dapat dikapitalisasi.
Tidak berhenti sampai disitu saja, ketika terjadi modifikasi kontrak, apakah itu penambahan atau pengurangan ruang lingkup, penyesuaian harga, dll, akuntan harus mampu meng-capture persistiwa tersebut pada laporan keuangan. Harus kita sadari bersama bahwa saat ini dan kedepannya skema bisnis dapat berubah dengan cepat dan dapat terjadi kapan saja. Oleh karena itu akuntan harus siap sedia dengan sigap merefleksikan setiap perubahan yang terjadi dalam laporan keuangan perusahaan.
Penggunakan solusi teknologi adalah key success factor dalam penerapan standar-standar akuntansi baru ini. Pada perusahaan kecil mungkin dapat ditangani sekedar dalam spreadsheet saja. Namun tidak demikian pada perusahaan besar dengan pelanggan besar dan menawarkan produk dan jasa yang beragam. PSAK 71 contohnya, indikator-indikator ekonomi tersebut harus dapat disistemasi sehingga mampu memberikan output elastisitas yang terjadi jika terjadi pergeseran indikator dan harus mampu ditanamkan dalam ERP perusahaan tersebut. Pada PSAK 72 peran teknologi menjadi vital pada perusahaan yang memiliki produk yang sangat beragam, apalagi dalam skema-skema marketing yang sangat kompleks, yaitu bagaimana teknologi mampu mengalokasikan harga kepada masing-masing kewajiban pelaksanaan. Pada PSAK 73 Teknologi menjadi levernya perusahaan, mulai dari data tabulasi, kalkulator, sampai pada pengakuan dan penghentian pengakuan transaksi sewa, teknologi membantu setiap pengguna dalam setiap tahapan yang terjadi. Investasi pada perangkat teknologi dan layanan profesionalnya harus diantisipasi dengan baik oleh manajemen perusahaan.
Dan terakhir tentunya proses audit laporan keungan perusahaan. Manajemen harus mampu mempertanggungjawabkan laporan keungan telah disusun sesuai dengan standar yang seharusnya. Jika manajemen abai, maka bisa dibayangkan dampak yang terjadi. Laporan keuangan akan diberi opini oleh auditor dengan tidak clean, lebih lanjutnya lagi dampak-dampak berikutnya tentu juga akan menyertai.
Tak bisa dipungkiri bahwa dengan penerapan standar akuntansi baru ini membuka lebar pangsa pasa bisnis konsultasi, mulai dari konsultan akuntansi, konsultan internal control dan standar operasi dan prosedur (SOP), konsultan solusi teknologi, jasa penilai, penyedia training, head-hunter, dll. Dalam benak saya dulu sejak awal rencana Indonesia mengadopsi standar akuntansi internasional (IFRS), saya sudah menduga-duga mengapa standar akuntansi membuka lebar peran profesi lainnya terlibat. Terbukti saat ini, akuntansi mau tidak mau harus mengikuti perkembangan yang terjadi, tidak bisa menutup diri dengan hanya menggunakan konsep biaya historis, karena tentu akan ditinggalkan oleh para stakeholder.
Perkembangan yang terjadi saat ini menuntut akuntan sendiri harus berbenah, akuntan harus memperluas skill dan pengetahuannya, harus juga paham bidang-bidang yang saya jabarkan di atas. Penggunaan jasa/profesi lain adalah suatu keniscayaan untuk menghasilkan output laporan keuangan yang handal dan terpercaya. Kolaborasi dengan para profesi tersebut adalah kunci keberhasilan implementasi standar-standar akuntansi ini.
Informasinya sangat berguna dan bermanfaat .. terimakasih