Wirecard Scandal: Tipu-Tipu Modern Tingkat Tinggi

Oleh: Harry A. Simbolon, SE, M.Ak, MH, QIA, Ak, CA, CPA, CMA, CIBA, ASEAN CPA

Baru saja saya selesai menonton film dokumenter skandar Wirecard (Skandal! Bringing Down Wirecard). Saya mencoba melihat angle yang lain dalam memahami kasus ini daripada sekedar membaca berita dari media. Sama seperti ketika menonton film dokumenter Kopi Vietnam Jessica-Mirna (Ice Cold), ternyata banyak sisi lain yang terungkap dari film itu yang tidak muncul di pengadilan.

Ada 3 hal yang membuat saya tertarik mengulas kasus ini: Pertama, Wirecard yang baru berdiri tiba-tiba booming menjadi perusahaan raksasa di Jerman mengalahkan hegemoni perusahaan-perusahaan tua yang sudah terkenal sebelumnya di Jerman sepeti Mercedes-Benz, Deutsche Bank, Siemens AG, dll, bahkan Wirecard sempat berencana mengakuisisi Deutsche Bank, WOW. Kedua, ada keterlibatan orang-orang Indonesia, tidak hanya terlibat tapi juga mengorkestrasi, hebat juga orang Indonesia ini rupanya. Dan ketiga, tentunya karena saya akuntan, praktik manipulasi keuangan selalu menarik perhatian saya, apalagi melibatkan firma akuntansi big four seperti EY dan KPMG.

Tentang Wirecard

Perusahaan ini terbilang baru dibandingkan raksasa Jerman lainnya yang sudah berumur ratusan tahun, didirikan pada tahun 1999 di pinggiran kota Munich, didukung oleh perusahaan modal ventura pada tahap akhir booming dotcom. Pada tahun 2002, setelah Wirecard hampir bangkrut, Markus Braun, mantan konsultan KPMG, mengambil alih sebagai CEO dan menggabungkan Wirecard dengan saingannya di Munich, Electronic Business Systems. Setelah itu perusahaan ini fokus pada layanan pembayaran online, dimulai dengan situs porno dan perjudian sebagai kliennya.

Wirecard menjadi listed company di Bursa Saham Frankfrut melalui IPO terbalik dengan mengambil alih pencatatan InfoGenie AG, grup call center yang sudah tidak beroperasi. Tindakan ini banyak dikritik karena menghindari pengawasan dari penawaran umum perdana. Audit yang clean dari EY pada tahun 2007 meredakan kekhawatiran investor. Wirecard masuk dalam index bergengsi TecDAX sejak tahun 2006 dan dalam index DAX sejak tahun 2018, menjadikannya tempat investasi otomatis bagi dana pensiun di seluruh dunia. Pada tahun 2018, saham Wirecard mencapai puncaknya, dengan nilai perusahaan sebesar €24 miliar.

Wirecard mengatakan pertumbuhan pesatnya berasal dari ekspansi internasional yang masif yang dicapai melalui akuisisi bisnis lokal, sehingga pertumbuhan pendapatannya seringkali melampaui tren industri pada umumnya. Pada tahun 2007, Wirecard berekspansi ke perbankan dengan membeli XCOM Bank AG, memungkinkannya menerbitkan kartu kredit dan debit melalui perjanjian lisensi dengan Visa dan Mastercard. Pada bulan Maret 2017, Wirecard memasuki pasar AS dengan mengakuisisi layanan Kartu Prabayar Citi. Pada bulan November 2019, Wirecard memasuki pasar Tiongkok dengan mengakuisisi Layanan Pembayaran AllScore yang berbasis di Beijing.

Penyebab Kejatuhan

Wirecard diduga terlibat dalam serangkaian aktivitas manipulasi akuntansi untuk menggelembungkan keuntungannya. Kombinasi operasi perbankan Wirecard (melalui anak perusahaannya Wirecard Bank) dan operasi non-perbankan (terutama pemrosesan pembayaran) membuat hasil keuangannya lebih sulit dibandingkan dengan perusahaan sejenis, sehingga investor harus bergantung pada versi laporan keuangan perusahaan yang telah disesuaikan. Akun-akun yang “disesuaikan” tersebut tidak seperti pelaporan yang mengikuti Standar Pelaporan Keuangan Internasional.

Peringatan sebenarnya pernah dimunculkan tahun 2008 ketika ketua asosiasi pemegang saham Jerman mempermasalahkan ketidakberesan neraca Wirecard. EY ditunjuk untuk melakukan audit khusus, dan pada tahun berikutnya menggantikan firma kecil di Munich yang sebelumnya bertindak sebagai auditor. Pihak berwenang Jerman akhirnya mengadili dua orang yang terlibat namun tidak mengungkapkan posisinya dalam Wirecard.

Pada tahun 2015, Financial Times (FT) melaporkan penyelidikannya bahwa terdapat lubang sebesar €250 juta dalam neraca Wirecard terutama dalam bisnis pembayaran. Merespon tuduhan itu, Wirecard menggunakan layanan Schillings, sebuah firma hukum Inggris, dan Public Relation (PR) Agency FTI Consulting di London. Kemudian pada tahun yang sama, J Capital Research menerbitkan laporan yang merekomendasikan pengurangan saham Wirecard, karena mereka melihat operasi perusahaan di Asia jauh lebih kecil daripada yang diklaim. Pada tahun 2016, Short seller anonim dengan nama samaran Zatarra menerbitkan berkas tuduhan pencucian uang yang dilakukan Wirecard yang kemudian menyebabkan jatuhnya harga saham Wirecard. Wirecard menyangkal semuanya dan BaFin (OJKnya Jerman) melakukan penyelidikan atas dugaan manipulasi pasar. (Short selling adalah praktik meminjam saham, biasanya dari broker-dealer, dengan harapan dapat membelinya kembali untuk mendapatkan keuntungan jika harga turun).

Akrobat Akuisisi dan Transaksi Pihak Berelasi

Titik berat skandal ini berada pada akuisisi global Wirecard sebagai cara untuk menutupi masalah pertumbuhan organik dengan menambahkan pendapatan dari sumber eksternal, atau dalam bahasa keuangannya disebut dengan rollup. Kritik awal diarahkan ketika tahun 2015 Wirecard membeli grup pembayaran India seharga €340 juta, padahal para pendiri bisnis tersebut gagal mengumpulkan pendanaan pada saat menilai aset mereka sebesar €46 juta. Wirecard menanggapi laporan tersebut dengan mengklaim bahwa teknologi pembayarannya lebih unggul dan berargumen bahwa pesatnya pertumbuhan industri fintech non-tunai membenarkan penilaian tersebut.

Pada tahun 2018, Southern Investigative Reporting Foundation (sekarang Foundation for Financial Journalism) setelah penyelidikan selama tujuh bulan menyimpulkan bahwa setidaknya €175 juta dari pembelian pemroses pembayaran yang berbasis di India oleh Wirecard senilai €340 juta pada bulan Oktober 2015 tidak ditransfer ke penjual.

Tidak hanya akuisi dalam konteks M&A, Wirecard juga menggunakan teknik pengakuisisi pihak ketiga (third-party acquirers). Third-party acquirers adalah perusahaan lokal yang memproses transaksi klien atas nama Wirecard dengan imbalan sebagian biaya pemrosesan. Menurut Wirecard, mereka digunakan dalam transaksi ketika Wirecard tidak memiliki lisensi, atau ketika sifat transaksi tidak sesuai untuk pemrosesan langsung oleh Wirecard. Cara kerjanya adalah sebagai berikut: jika ada mitra yang meragukan (dubious dealer) ingin menggunakan Wirecard, misalnya merchant prostitusi online, maka hal ini menarik bagi Wirecard karena pelanggan tersebut akan membayar biaya yang tinggi. Namun, Wirecard tidak ingin menjalankan merchant tersebut seperti pelanggannya di databasenya sendiri. Jadi mereka merujuk pelanggan tersebut ke third-party acquirer yang memastikan pelanggan bermasalah tersebut dapat memproses pembayarannya.

Menurut whistleblowers internal, pada tahun 2018, transaksi yang berasal dari third-party acquirers menyumbang setengah dari volume transaksi global yang dilaporkan oleh Wirecard. Karena pendekatan unik Wirecard dalam menghitung cadangan kasnya, uang tunai yang disimpan di rekening wali amanat (trustee accounts) third-party acquirers dihitung dalam neraca Wirecard. Pada tahun 2019, dilaporkan bahwa setengah dari pendapatan Wirecard di seluruh dunia dan hampir seluruh keuntungannya diproses melalui tiga third-party acquirer yang tidak jelas (Senjo di Singapura, Al Alam di Dubai, dan Pay Easy di Pilipina). Wirecard mengumumkan tuntutan hukum terhadap otoritas Singapura dan FT sebagai tanggapan atas tuduhan tersebut.

Pada bulan Januari 2019, FT melaporkan penyimpangan yang ditemukan dalam penyelidikan Wirecard di Singapura. Edo Kurniawan (Orang Indonesia nih), kepala akuntansi operasi Wirecard di Asia-Pasifik, dituduh membuat kontrak palsu dan bertanggal mundur (backdated) untuk meningkatkan keuntungan secara artifisial, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang keandalan akun-akun di Wirecard. Dalam satu contoh, €37 juta dipindahkan antara anak perusahaan Wirecard dan bisnis eksternal, dalam praktik yang dikenal sebagai round-tripping. Laporan awal yang dibuat oleh Rajah & Tann dan dilihat oleh FT menunjukkan adanya pencatatan selama beberapa tahun di seluruh operasi Wirecard di Asia.  

Meskipun ada laporan tersebut, tidak ada tindakan yang diambil terhadap personel kunci yang disebutkan dalam laporan tersebut. Pihak berwenang Singapura menggerebek Wirecard sebagai bagian dari penyelidikan yang sedang berlangsung pada bulan Februari 2019. Akibatnya BaFin melarang short selling saham Wirecard selama dua bulan dengan alasan menurunnya kepercayaan investor.

Kegagalan Audit dan Regulasi

Sebagai tanggapan terhadap pemberitaan media negatif tentang Wirecard, BaFin melakukan berbagai investigasi terhadap jurnalis dan short sellers karena dugaan manipulasi pasar. BaFin tidak mempunyai wewenang untuk menyelidiki bisnis inti Wirecard atau praktik akuntansinya, dan pada kenyataannya, hanya memiliki wewenang atas anak perusahaan bisnis bank Wirecard.

Pada Oktober 2019 FT menerbitkan dokumen yang menunjukkan bahwa keuntungan Wirecard di unit Dubai dan Dublin digelembungkan secara curang, dan bahwa daftar pelanggan yang tercantum dalam laporan EY tidak ada. Wirecard mengatakan dokumen tersebut tidak asli dan menegaskan kembali bahwa staf dan eksekutifnya tidak melakukan kesalahan apa pun. Di bawah tekanan investor, mereka menunjuk KPMG untuk melakukan audit khusus, yang menurut mereka akan membersihkan mereka dari kesalahan. Namun hasil investigasi KPMG justru menjadi backfire. KPMG tidak dapat memverifikasi keberadaan cadangan kas dalam laporan bank yang tampaknya palsu. Selama investigasi, Wirecard membuat pernyataan yang menyesatkan kepada investor, sehingga mengakibatkan penyelidikan kriminal ke kejaksaan.

EY dalam pembelaannya mengatakan ada “indikasi yang jelas bahwa ini adalah penipuan yang rumit dan canggih, yang melibatkan banyak pihak di seluruh dunia di lembaga yang berbeda, dengan tujuan penipuan yang disengaja”. EY juga menambahkan bahwa “bahkan prosedur audit yang paling ketat dan diperluas pun mungkin tidak dapat dilakukan untuk mengungkap penipuan kolusif seperti ini”. Benarkan pendapat EY ini?

Hasil Akhir

Pada Juni 2023, Pengadilan Negeri Singapura menjatuhkan hukuman 21 bulan penjara kepada James Wardhana (lagi-lagi orang Indonesia nih), manajer keuangan internasional Wirecard, dan Chai Ai Lim, Kepala Keuangan Wirecard Asia, dengan hukuman 10 bulan penjara.

BaFin melalui presidennya Felix Hufeld akhirnya mengakui skandal Wirecard adalah “bencana total”. Regulator Jerman mengumumkan rencana untuk memperkuat peraturan akuntansi, dimulai dengan memutuskan hubungan dengan Financial Reporting Enforcement Panel (FREP), sebuah badan pengawas akuntansi semi-resmi, dan mengalihkan tugasnya ke BaFin. FT mencatat bahwa FREP hanya memiliki 15 karyawan dan anggaran tahunan sebesar €6 juta. FREP dianggap kekurangan sumber daya untuk mengaudit Wirecard secara memadai, dan hanya menyimpulkan bahwa laporan yang diterbitkan tidak memadai setelah perusahaan tersebut bangkrut. Para investor ikut menyerukan perlunya peraturan pasar di tingkat serikat pekerja dan pembentukan badan UE yang bertanggung jawab atas tindakan regulasi.

Pada tanggal 1 September 2020, parlemen Jerman mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan penyelidikan untuk menyelidiki sepenuhnya alasan mengapa pemerintah gagal mencegah penipuan perusahaan. Skandal ini menyoroti hubungan erat antara politisi Jerman dan Wirecard. Pada 29 Januari 2021, Hufeld dan wakilnya Elisabeth Roegele meninggalkan BaFin sebagai bagian dari rencana untuk mereformasi badan tersebut.

Mantan CEO Wirecard Markus Braun ditangkap tak lama setelah pengunduran dirinya. Mantan COO Jan Marsalek menghilang tak lama setelah dia dipecat dari perusahaan dan kemudian diketahui melarikan diri ke Belarus. Dia adalah buronan yang dicari oleh polisi Jerman, dia terdaftar dalam daftar buronan paling dicari di Eropa oleh Europol, dan Interpol mengeluarkan Red Notice terhadapnya. Christopher Bauer, mantan manajer perusahaan di Asia dan putra Paul Bauer-Schlichtegroll, mantan ketua dewan penasihat, meninggal di Manila, Filipina.

Pada tanggal 25 Juni 2020 akhirnya Wirecard mengajukan kebangkrutan.

Key Take Away

Skandal Wirecard ini saya analogikan seperti Orang Kaya Baru (OKB) yang secara tampilan tiba-tiba berubah total: menor, jreng, flexing dan gaya hidupnya gak karuan. Orang awam apalagi tetangga tentu gampang melihat bahwa pasti ada yang aneh nih: uang dari mana, kerjaannya apa sih?

Sepandai-pandainya tupai melompat pasti jatuh juga, seperti itulah idiomatik Wirecard berikutnya. Meskipun mengeluarkan resource yang besar untuk mempertahankan diri, meng-hire lawyer top, PR, konsultan dunia sekalipun, kalau bau busuk pasti lama kelamaan akan tercium juga.

Akuntansi adalah science, bahkan pendidikannya sampai ke S3, tidak segampang itu dikutak-katik karena ada standar yang mendasarinya. Justru dengan akuntansi, pertanggungjawaban pengelolaan bisnis dapat dilakukan, dilaporkan, diaudit dan dievaluasi oleh para pihak yang terlibat secara berkesinambungan. Pada kenyataannya masih terdapat kritik tentunya menjadi domain profesi akuntan untuk memperbaikinya.

Jika dilihat dari kasus ini, justru akuntan Wirecard yang mengorkestrasi akrobat akuntansi ini, dia adalah anak muda dan orang Indonesia pulak lagi. Kejadian ini menjadi pengingat bagi kita para akuntan agar menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam berpraktik sebagai akuntan.

Pengawasan menjadi penting dalam hal ini, sepeti tulisan saya sebelumnya dalam kasus skandal akuntansi Toshiba, diperlukan pengawasan yang berlapis. Regulator dan auditor external saja tidak mampu menditeksi, seharusnya OJK dengan segala perangkat aturannya tampil terdepan membela kepentingan investor.

Dan terakhir yang bisa saya pesankan: berbisnislah dengan beretika, untuk menjadi besar butuh proses, tidak bisa anak baru lahir kemaren sore tiba-tiba menjadi bapak. Mauliate.

About akuntansibisnis
Me

Leave a comment