Merger dan Akuisisi Serta Segala Aspeknya

MnAOleh: Harry Andrian Simbolon, SE, MAk, QIA, Ak, CA, CPA, CMA, CIBA

Sekarang ini Merger and Acquisition (M&A) menjadi cara hidup normal dalam dunia bisnis. Didorong oleh lingkungan global yang semakin kompetitif, merger terkadang menjadi satu-satunya cara untuk bertahan dalam jangka panjang. Di lain sisi, banyak pengusaha tidak lagi membangun perusahaan untuk jangka panjang; mereka membangun perusahaan untuk jangka pendek, dengan harapan bisa menjual perusahaan untuk keuntungan besar suatu saat nanti.

M&A adalah proses yang sangat kompleks. Keberhasilan M&A membutuhkan banyak pengetahuan dan keterampilan, melibatkan banyak disiplin ilmu dan banyak profesi. Untuk memastikan keberhasilan M&A, dibutuhkan pertimbangan banyak faktor – akuntansi, keuangan, penilaian, pemasaran, rantai nilai, legal, budaya perusahaan, dll. Semuanya itu akan dipaparkan secara komprehensif dalam tulisan ini.  Tulisan ini secara garis besar disajikan dalam tiga bagian – konsep dasar, legal dan due diligence. Sementara aspek akuntansinya akan saya jelaskan tersendiri kemudian.

Defenisi

Bila kita menggunakan istilah “merger”, kita mengacu pada penggabungan dua perusahaan di mana satu perusahaan baru akan terus ada. Istilah “akuisisi” mengacu pada perolehan aset oleh satu perusahaan dari perusahaan lain. Dalam sebuah akuisisi, kedua perusahaan mungkin terus eksis. Namun, sepanjang tulisan ini, penulis merujuk M&A sebagai transaksi bisnis di mana satu perusahaan mengakuisisi perusahaan lain. Perusahaan yang mengakuisisi akan tetap dalam bisnis dan perusahaan yang diakuisisi (selanjutnya disebut sebagai perusahaan target) akan diintegrasikan ke dalam perusahaan yang mengakuisisi dan dengan demikian, perusahaan target tersebut tidak ada lagi setelah merger.

Merger dapat dikategorikan sebagai berikut:

Horizontal: Dua perusahaan digabungkan dalam produk atau layanan serupa. Penggabungan horizontal sering digunakan sebagai cara bagi perusahaan untuk meningkatkan pangsa pasarnya dengan bergabung dengan perusahaan pesaing. Misalnya, penggabungan antara Exxon dan Mobil akan memungkinkan kedua perusahaan tersebut memiliki pangsa pasar minyak dan gas yang lebih besar.

Vertikal: Dua perusahaan digabungkan dalam rantai nilai, seperti penggabungan produsen dengan pemasok. Penggabungan vertikal sering digunakan sebagai cara untuk mendapatkan keunggulan kompetitif di dalam pasar. Sebagai contoh, Merck, produsen besar obat-obatan, bergabung dengan Medco, distributor obat-obatan besar, untuk mendapatkan keuntungan dalam mendistribusikan produknya.

Konglomerasi: Dua perusahaan di industri yang sama sekali berbeda bergabung, seperti perusahaan pipa gas yang bergabung dengan perusahaan teknologi tinggi. Konglomerasi biasanya digunakan sebagai cara untuk mengatasi fluktuasi pendapatan dan menciptakan pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan. Biasanya, perusahaan yang sudah berada lama di industri namun memiliki prospek pertumbuhan yang kurang baik akan berusaha untuk melakukan diversifikasi bisnis melalui M&A. Misalnya, General Electric (GE) melakukan diversifikasi bisnisnya melalui M&A, sehingga GE dapat memasuki area baru seperti layanan keuangan dan penyiaran televisi.

Alasan Melakukan M&A

Setiap merger memiliki alasan tersendiri mengapa menggabungkan kedua perusahaan tersebut merupakan keputusan bisnis yang baik. Prinsip dasar di balik M&A sederhananya adalah 2 + 2 = 5. Nilai Perusahaan A adalah $2 miliar dan nilai Perusahaan B adalah $2 miliar, namun saat kita menggabungkan dua perusahaan tersebut, maka totalnya menjadi $5 miliar. Penggabungan kedua perusahaan menciptakan nilai tambah yang disebut dengan nilai “sinergi”.

Nilai sinergi memiliki tiga bentuk:

  1. Pendapatan: Dengan menggabungkan kedua perusahaan, kita akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibanding jika kedua perusahaan beroperasi secara terpisah.
  2. Biaya: Dengan menggabungkan kedua perusahaan, kita akan mendapatkan biaya yang lebih rendah dibanding jika kedua perusahaan beroperasi secara terpisah.
  3. Biaya Modal: Dengan menggabungkan kedua perusahaan tersebut, kita akan mendapatkan biaya modal keseluruhan yang lebih rendah.

Umumnya biaya yang lebih rendah adalah kontributor terbesar dari nilai sinergi. Banyak merger didorong oleh kebutuhan untuk memangkas biaya. Penghematan biaya sering kali berasal dari penghapusan layanan yang berlebihan, seperti sumber daya manusia, akuntansi, teknologi informasi, dan lain-lain. Namun merger terbaik tampaknya memiliki alasan strategis untuk menciptakan kombinasi bisnis. Alasan strategis ini meliputi:

  • Positioning – Mengambil keuntungan dari peluang masa depan yang bisa dimanfaatkan saat kedua perusahaan digabungkan. Misalnya, perusahaan telekomunikasi dapat memperbaiki posisinya untuk masa depan jika memiliki perusahaan digital. Perusahaan perlu memposisikan diri untuk memanfaatkan tren yang muncul di pasar.
  • Gap filling – Satu perusahaan mungkin memiliki kelemahan utama (seperti distribusi yang buruk) sedangkan perusahaan lain memiliki kekuatan yang signifikan. Dengan menggabungkan dua perusahaan, masing-masing perusahaan saling mengisi celah strategis yang penting untuk kelangsungan hidup jangka panjang.
  • Kompetensi organisasi – Memperoleh sumber daya manusia dan modal intelektual dapat membantu memperbaiki pemikiran dan pengembangan inovatif di dalam perusahaan.
  • Akses pasar yang lebih luas – Memperoleh perusahaan asing dapat memberi perusahaan akses cepat ke pasar global yang sedang berkembang.

Merger juga bisa didorong oleh alasan bisnis dasar, seperti:

  • Bargain purchase – Mungkin lebih murah untuk mengakuisisi perusahaan lain kemudian menginvestasikannya secara internal. Misalnya, anggap perusahaan sedang mempertimbangkan perluasan fasilitas fabrikasi. Perusahaan lain memiliki fasilitas yang sangat mirip yang saat ini sedang tidak terpakai. Mungkin lebih murah untuk mengakuisisi perusahaan dengan fasilitas yang tidak terpakai tersebut, lalu kemudian pergi ke tempat lain dan membangun fasilitas baru sendiri.
  • Diversifikasi – Mungkin diperlukan untuk memperlancar pendapatan dan mencapai pertumbuhan dan profitabilitas jangka panjang yang konsisten. Hal ini terutama berlaku untuk perusahaan-perusahaan di industri yang sangat matang dimana pertumbuhan di masa depan tidak mungkin terjadi. Perlu dicatat bahwa pengelolaan keuangan tradisional tidak selalu mendukung diversifikasi melalui M&A. Diyakini secara luas bahwa investor berada dalam posisi terbaik untuk melakukan diversifikasi, bukan pengelolaan perusahaan karena mengelola perusahaan baja tidak sama dengan menjalankan perusahaan perangkat lunak.
  • Pertumbuhan jangka pendek – Manajemen mungkin berada di bawah tekanan untuk mengubah pertumbuhan dan profitabilitas yang lamban. Akibatnya M&A dilakukan untuk meningkatkan kinerja yang buruk.
  • Target yang dinilai terlalu rendah – Perusahaan target mungkin undervalued dan dengan demikian, M&A merupakan investasi yang bagus. Beberapa merger dilaksanakan karena alasan “keuangan” dan bukan alasan strategis.

Tahapan M&A

Proses M&A dapat dibagi menjadi lima tahap berikut:

Tahap 1 – Pre Acquisition Review: Langkah pertama adalah menilai situasi diri sendiri dan tentukan apakah strategi M&A harus dilaksanakan. Jika sebuah perusahaan mengestimasi adanya kesulitan di masa depan ketika harus mempertahankan kompetensi inti, pangsa pasar, pengembalian modal, atau penggerak kinerja utama lainnya, maka sebuah program M&A mungkin diperlukan.

Hal ini juga berguna untuk memastikan apakah perusahaan tersebut undervalued. Jika sebuah perusahaan gagal melindungi valuasinya, perusahaan mungkin akan menjadi sasaran merger. Oleh karena itu, tahap pra-akuisisi seringkali akan mencakup valuasi perusahaan – Apakah undervalued? Apakah program M&A akan meningkatkan valuasi?

Fokus utama dalam Pre Acquisition Review adalah untuk menentukan apakah target pertumbuhan (seperti pertumbuhan pasar 10% selama 3 tahun ke depan) dapat dicapai secara internal. Jika tidak, Tim M&A harus dibentuk untuk menetapkan serangkaian kriteria di mana perusahaan dapat tumbuh melalui akuisisi. Rencana yang lengkap harus dikembangkan mengenai bagaimana pertumbuhan akan terjadi melalui M&A, termasuk tanggung jawab di dalam perusahaan, bagaimana informasi akan dikumpulkan, dll.

Tahap 2 – Search & Screen Targets: Tahap kedua dalam proses M&A adalah mencari calon perusahaan target. Perusahaan target harus memenuhi serangkaian kriteria sehingga perusahaan target cukup sesuai dengan perusahaan yang mengakuisisi. Misalnya, penggerak kinerja perusahaan target harus melengkapi perusahaan yang mengakuisisi. Kompatibilitas dan kecocokan harus dinilai berdasarkan berbagai kriteria: ukuran relatif, jenis usaha, struktur modal, kekuatan organisasi, kompetensi inti, saluran pasar, dll.

Perlu dicatat bahwa proses pencarian dan penyaringan dilakukan oleh internal perusahaan yang mengakuisisi. Ketergantungan pada perusahaan investasi luar dijaga seminimal mungkin karena tahap awal M&A harus dijaga ketat kerahasiaannya dan harus independen.

Tahap 3 – Investigate & Value the Target: Tahap ketiga dari M&A adalah melakukan analisis yang lebih detail terhadap perusahaan target. Anda ingin memastikan bahwa perusahaan target benar-benar cocok dengan perusahaan yang mengakuisisi. Ini akan memerlukan tinjauan menyeluruh atas operasi, strategi, keuangan, dan aspek lain dari perusahaan target. Tinjauan detail ini disebut “due diligence.” Secara khusus, due diligence tahap 1 dimulai setelah perusahaan target dipilih. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi berbagai nilai sinergi yang dapat direalisasikan melalui M&A dari perusahaan target. Investment Bankers saat ini dilibatkan untuk membantu evaluasi ini.

Bagian penting dari due diligence adalah penilaian perusahaan target. Pada tahap awal M&A, akan dihitung nilai total untuk gabungan perusahaan. Dibawah ini adalah contoh peritungannya:

Nilai perusahaan pengakuisisi $635
Nilai perusahaan target $267
Nilai sinergi sesuai due diligence Tahap I $78
Dikurangi biaya M&A (hukum, bank investasi, dll.) ($8)
Nilai total gabungan perusahaan $972

Tahap 4 – Acquire through Negotiation: Setelah memilih perusahaan target, selanjutnya dimulai proses negosiasi. Di tahap ini perlu dikembangkan rencana negosiasi berdasarkan beberapa pertanyaan kunci berikut:

  • Seberapa besar penolakan yang akan kita hadapi dari perusahaan target?
  • Apa manfaat M&A untuk perusahaan target?
  • Apa yang akan menjadi strategi penawaran perusahaan pengakuisi?
  • Seberapa banyak penawaran perusahaan pengakuisi pada putaran pertama penawaran?

Pendekatan yang paling umum untuk mengakuisisi perusahaan lain agar kedua perusahaan mencapai kesepakatan M&A adalah merger yang dinegosiasikan yang kadang disebut “bear hug“. Merger yang dinegosiasikan atau bear hug adalah pendekatan yang disukai dalam M&A karena kedua belah pihak sepakat. Dalam kasus dimana resistance diperkirakan terjadi dari perusahaan target, perusahaan yang mengakuisisi akan memperoleh sebagian interest pada perusahaan target; kadang disebut sebagai “toehold position“. Posisi ini memberi tekanan pada perusahaan target untuk bernegosiasi tanpa harus panik.

Dalam kasus di mana perusahaan target tersebut diperkirakan melakukan usaha perlawanan, perusahaan yang mengakuisisi akan mengajukan penawaran tender kepada pemegang saham secara langsung. Penawaran tender ditandai sebagai berikut:

  • Harga yang ditawarkan di atas harga pasar yang berlaku.
  • Penawaran berlaku untuk saham yang substansial, jika tidak, semua jumlah saham.
  • Penawaran terbuka untuk jangka waktu terbatas.
  • Penawaran tersebut diberikan kepada pemegang saham publik dari perusahaan target tersebut.

Beberapa poin penting perlu diperhatikan:

  • Umumnya, penawaran tender lebih mahal daripada M&A yang dinegosiasikan karena adanya hambatan dari manajemen perusahaan target dan fakta bahwa perusahaan target sekarang “in play” dan dapat menarik penawar lainnya.
  • Penawaran sebagian dan toehold position tidak seefektif akuisisi 100% saham beredar. Ketika sebuah perusahaan yang mengakuisisi membuat penawaran 100% untuk saham yang beredar, akan sangat sulit untuk mengubah jenis penawaran ini.

Unsur penting lainnya ketika dua perusahaan bergabung adalah due diligence tahap 2. Seperti dijelaskan sebelumnya due diligence tahap 1 dimulai saat memilih perusahaan target. Begitu kita memulai proses negosiasi dengan perusahaan target, due diligence tahap 2 yang jauh lebih intens akan dimulai. Kedua perusahaan tersebut, dengan asumsi merger yang terjadi adalah merger yang dinegosiasikan, akan menghasilkan pembahasan yang sangat rinci untuk menentukan apakah penggabungan yang diusulkan akan berjalan. Ini memerlukan penyelidikan yang sangat detail terhadap perusahaan target – keuangan, operasi, budaya perusahaan, isu strategis, dll.

Tahap 5 – Post Merger Integration: Jika semuanya berjalan lancar, kedua perusahaan akan mengumumkan kesepakatan untuk menggabungkan kedua perusahaan tersebut. Kesepakatan tersebut diselesaikan dalam perjanjian M&A resmi. Hal ini membawa kita pada fase kelima dan terakhir dalam Proses M&A,  yaitu integrasi kedua perusahaan.

Setiap perusahaan berbeda – perbedaan dalam budaya, perbedaan dalam sistem informasi, perbedaan strategi, dan lain-lain. Sebagai hasilnya, tahap ini adalah fase tersulit dalam Proses M&A. Tiba-tiba kita harus membawa kedua perusahaan ini bersama-sama dan membuat semuanya bekerja. Ini memerlukan perencanaan dan desain yang ekstensif di seluruh organisasi. Proses integrasi ini bisa berlangsung di tiga tingkatan:

  1. Penuh: Semua area fungsional (operasi, pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, dll.) akan digabungkan menjadi satu perusahaan baru. Perusahaan baru akan menggunakan “best practice” di antara kedua perusahaan tersebut.
  2. Sedang: Beberapa fungsi atau proses utama (seperti produksi) akan digabungkan bersama. Keputusan strategis akan dipusatkan dalam satu perusahaan, namun keputusan operasional sehari-hari akan tetap otonom.
  3. Minimal: Hanya personil terpilih yang akan digabungkan bersama untuk mengurangi redudansi. Keputusan strategis dan operasional akan tetap terdesentralisasi dan otonom.

Jika integrasi pasca merger berhasil, maka kita harus menghasilkan nilai sinergi. Namun, sebelum memulai program M&A, kita perlu mengetahui beberapa realita dalam M&A.

M&A Dalam Kenyataannya

Seperti yang disebutkan di awal, M&A sangat sulit dilakukan. Nilai sinergi yang diharapkan mungkin tidak dapat direalisasikan dan oleh karena itu, merger dianggap gagal. Beberapa alasan di balik merger yang gagal adalah:

  • Kesesuaian strategis yang buruk – Kedua perusahaan memiliki strategi dan tujuan yang terlalu berbeda dan saling bertentangan satu sama lain.
  • Perbedaan budaya dan sosial – Telah disebutkan bahwa sebagian besar masalah dapat ditelusuri ke “masalah orang.” Jika kedua perusahaan memiliki perbedaan budaya yang luas, maka nilai sinergi bisa sangat sulit dipahami.
  • Due diligence yang tidak lengkap dan tidak memadai – Due diligence adalah “pengawas” dalam Proses M&A. Jika Anda gagal membiarkan pengawas melakukan tugasnya, Anda berada dalam beberapa masalah serius dalam Proses M&A.
  • Buruknya Manajemen Integrasi – Integrasi dua perusahaan memerlukan tingkat manajemen mutu yang sangat tinggi. Integrasi seringkali dikelola dengan buruk yaitu dengan sedikit perencanaan dan desain.
  • Membayar terlalu mahal – Dalam tren merger saat ini, banyak perusahaan yang mengakuisisi membayar premi bagi perusahaan target. Premi dibayar atas dasar harapan terciptanya nilai. Namun, jika sinergi tidak terealisasi, maka premi yang dibayarkan untuk mengakuisisi perusahaan target tidak pernah diraih.
  • Terlalu Optimis – Jika perusahaan yang mengakuisisi terlalu optimis dalam proyeksi atas perusahaan target, keputusan yang buruk akan dibuat dalam proses M&A. Perkiraan atau kesimpulan yang terlalu optimis tentang isu kritis dapat menyebabkan merger yang gagal.

Seiring kita belajar lebih banyak tentang Proses M&A, kita akan menemukan bahwa Proses M&A dipenuhi dengan berbagai masalah, diantaranya penolakan organisasi terhadap hilangnya pelanggan dan personil kunci. Contohnya ketika Telkom mengakuisi Sigma, banyak ahli-ahli IT di Sigma memilih keluar setelah merger terjadi.

Kita juga harus mengenali beberapa fakta tentang M&A. Dalam buku The Complete Guide to Mergers and Acquisitions, penulis Timothy J. Galpin dan Mark Herndon menunjukkan hal berikut:

  • Sinergi yang diproyeksikan untuk M&A tidak tercapai dalam 70% kasus.
  • Hanya 23% dari seluruh M&A akan mendapatkan biaya modal mereka.
  • Dalam enam bulan pertama merger, produktivitas bisa turun hingga 50%.
  • Kinerja keuangan rata-rata perusahaan yang baru merger dinilai sebagai C – oleh masing-masing manajer.
  • Di perusahaan yang diakuisisi, 47% eksekutif akan mengundurkan diri di tahun pertama dan 75% akan mengundurkan diri dalam tiga tahun pertama.

Dalam buku Valuation: Measuring and Managing the Value of Companies, penulis mencatat hal berikut:

“Bahkan dalam situasi di mana perusahaan yang diakuisisi berada dalam lini bisnis yang sama dengan perusahaan pengakuisisi, kemungkinan keberhasilan hanya sekitar 50%.”

Namun demikian kabar baik nya adalah: Tingkat keberhasilan dalam beberapa tahun terakhir telah meningkat secara dramatis. Semakin banyak perusahaan memperoleh pengalaman dalam proses M&A, mereka menjadi sangat sukses. Pada tahun 1997, Mercer Management Consulting merilis sebuah studi yang menunjukkan bahwa merger selama tahun 1990 secara substansial lebih baik dibandingkan tahun 1980an.

Jadi mari kita lanjutkan dan lihat apakah kita bisa lebih memahami seluk beluk di balik M&A ini.

Pertimbangan Hukum dan Regulasi

Ketika satu perusahaan memutuskan untuk mengakuisisi perusahaan lain, serangkaian negosiasi akan dilakukan antara kedua perusahaan tersebut. Perusahaan yang mengakuisisi akan menyusun strategi dan rencana negosiasi yang baik. Jika perusahaan target yakin merger bisa dilakukan, kedua perusahaan akan masuk ke dalam “Letter of Intent.”

Letter of Intent menguraikan persyaratan untuk negosiasi di masa depan dan membuat perusahaan target memberikan pertimbangan serius terhadap merger tersebut. Letter of Intent juga memberi lampu hijau untuk beralih ke due diligence tahap 2. Letter of Intent mencoba untuk menjawab beberapa isu mengenai rencana penggabungan usaha berikut:

  1. Bagaimana harga akuisisi akan ditentukan?
  2. Apa sebenarnya yang kita dapatkan? Apakah itu aset fisik, apakah itu kepentingan pengendali terhadap perusahaan target, apakah itu modal intelektual, dll?
  3. Bagaimana transaksi merger akan dirancang? Apakah ini akan menjadi pembelian aset secara langsung? Apakah ini pertukaran saham?
  4. Apa bentuk pembayarannya? Akankah perusahaan mengakuisisi saham, membayar tunai, menerbitkan surat hutang, atau menggunakan kombinasi saham, uang tunai, dan/atau surat hutang?
  5. Apakah perusahaan yang mengakuisisi akan menyiapkan escrow account dan deposit dari harga pembelian? Akankah rekening escrow mencakup kewajiban yang tidak tercatat yang ditemukan dari due diligence?
  6. Berapa perkiraan waktu yang dibutuhkan? Apa firma hukum yang akan bertanggung jawab untuk membuat perjanjian M&A?
  7. Apa cakupan due diligence? Catatan apa yang akan tersedia untuk menyelesaikan due diligence?
  8. Berapa lama waktu yang dibutuhkan perusahaan target untuk melakukan negosiasi? Letter of Intent biasanya akan melarang perusahaan target dari “shopping itself” selama negosiasi.
  9. Berapa banyak kompensasi (disebut juga sebagai bust up fee) yang akan diperoleh perusahaan yang mengakuisisi jika kenyataannya perusahaan target tersebut diakuisisi oleh perusahaan lain? Begitu berita mengenai kebocoran merger yang diajukan, perusahaan target “bermain” dan perusahaan lain dapat mengajukan penawaran untuk mengakuisisi perusahaan target.
  10. Akankah ada batasan operasi yang dikenakan pada perusahaan manapun selama negosiasi? Misalnya, kedua perusahaan mungkin ingin menunda mempekerjakan personil baru, berinvestasi di fasilitas baru, mengeluarkan saham baru, dll sampai merger selesai.
  11. Jika kedua perusahaan tersebut diatur oleh dua negara, jurisdiksi manakah yang akan mengatur transaksi penggabungan usaha?
  12. Apakah akan ada penyesuaian harga beli akhir karena kerugian atau kejadian yang diperkirakan sebelum penutupan merger?

Perjanjian M&A

Selama proses negosiasi, kedua perusahaan akan melakukan due diligence tahap 2 yang ekstensif dalam upaya untuk mengidentifikasi masalah yang harus diselesaikan agar merger berhasil. Jika masalah yang signifikan dapat diselesaikan dan kedua perusahaan yakin bahwa merger akan menguntungkan, maka perjanjian M&A formal akan dirumuskan.

Landasan utama perjanjian M&A berpatokan pada Letter of Intent. Namun due diligence tahap 2 akan menemukan beberapa masalah tambahan yang tidak tercakup dalam Letter of Intent. Akibatnya, perjanjian M&A bisa sangat panjang berdasarkan isu-isu yang terpapar melalui due diligence tahap 2.

Selain itu, kedua perusahaan perlu menyetujui proses integrasi. Misalnya, perjanjian layanan transisi dijalankan untuk mencakup beberapa jenis layanan tertentu, seperti daftar gaji. Perusahaan target terus menangani penggajian hingga tanggal tertentu dan setelah proses integrasi selesai, perusahaan yang mengakuisisi mengambil alih tanggung jawab penggajian. Perjanjian layanan transisi akan menentukan jenis layanan, jangka waktu, dan biaya yang terkait dengan proses integrasi.

Representasi

Salah satu unsur yang sangat penting dalam Perjanjian M&A adalah perwakilan oleh kedua perusahaan. Kedua belah pihak harus memberikan beberapa jaminan bahwa apa yang telah disampaikan sudah lengkap dan akurat. Dari sudut pandang pembeli (perusahaan pengakuisisi), pengungkapan penuh dan lengkap sangat penting jika pembeli memahami apa yang diakuisisi. Penemuan isu baru yang telah disalahpahami oleh penjual dapat membebaskan pembeli dari proses merger.

Dari sisi penjual, pengungkapan penuh membutuhkan waktu dan usaha yang ekstensif. Selain itu, sulit untuk mencakup setiap kemungkinan representasi sebagai “lengkap dan akurat.” Oleh karena itu, penjual lebih memilih untuk membatasi jumlah representasi dalam perjanjian M&A. Salah satu cara untuk mencapai keseimbangan yang tepat adalah dengan menetapkan batasan materialitas pada representasi tertentu. Perjanjian M&A juga akan mencakup bahasa, seperti “pengetahuan terbaik dari penjual,” untuk meringankan beberapa representasi.

Ganti Rugi

Unsur penting lainnya dalam perjanjian M&A adalah ganti rugi (indemnification). Perjanjian M&A akan menentukan sifat dan sejauh mana masing-masing perusahaan dapat memulihkan kerusakan jika terjadi kekeliruan atau pelanggaran kontrak. Ketentuan plafon akan menetapkan bahwa kerusakan tersebut tidak terjadi sampai jumlah ganti rugi telah mencapai ambang batas tertentu. Jika jumlah plafon terlampaui, jumlah ganti rugi akan dibayarkan baik dalam jumlah plafon atau jumlah yang melebihi jumlah plafon. Penjual (perusahaan target) akan bersikeras memiliki batasan atas jumlah plafon dalam perjanjian M&A.

Karena kedua belah pihak mungkin tidak menyetujui pembebasan ganti rugi, ada baiknya menyertakan ketentuan tentang bagaimana perselisihan akan diselesaikan (seperti arbitrase yang mengikat). Akhirnya, ketentuan ganti rugi dapat mencakup “hak jual” untuk pembeli karena pembeli telah memasukkan sebagian dari harga pembelian ke rekening escrow. Hak jual beli memungkinkan pembeli (pengakuisisi) untuk mengimbangi klaim ganti rugi terhadap jumlah yang ditangguhkan dalam harga pembelian. Jika harga pembelian telah dibayarkan, maka tindakan hukum mungkin diperlukan untuk menyelesaikan ganti rugi.

Kerahasiaan

Hal ini sangat penting bagi kedua belah pihak untuk merahasiakan segala sesuatunya sebelum pengumumkan merger. Jika pelanggan, pemasok, karyawan, pemegang saham, atau pihak lain mengetahui terjadi proses merger sebelum merger secara resmi diumumkan, perusahaan target bisa kehilangan banyak nilai: Personel kunci mengundurkan diri, penurunan produktivitas, pelanggan beralih ke perusahaan pesaing, pemasok memutuskan untuk tidak memperbarui kontrak, dll. Dalam upaya mencegah kebocoran, kedua perusahaan akan menandatangani perjanjian kerahasiaan dimana perusahaan yang mengakuisisi setuju untuk menyimpan informasi yang dipelajari tentang perusahaan target sebagai rahasia. Secara khusus, perjanjian kerahasiaan akan meminta perusahaan yang mengakuisisi untuk:

  • Tidak menghubungi pelanggan, pemasok, pemilik, karyawan, dan pihak lain yang terkait dengan perusahaan target.
  • Tidak membocorkan informasi tentang rencana operasi dan keuangan target atau kondisi saat ini.
  • Tidak mereproduksi dan mendistribusikan informasi ke pihak luar.
  • Tidak menggunakan informasi untuk sesuatu yang berada di luar lingkup evaluasi penggabungan yang diusulkan.

Penutupan Transaksi M&A

Setelah semua masalah dipertimbangkan dan ditangani untuk keperluan kedua perusahaan, M&A dieksekusi dengan menandatangani perjanjian M&A. Pembeli dan penjual beserta tim hukum masing-masing bertemu dan bertukar dokumen. Ini merupakan tanggal penutupan M&A. Transaksi dilakukan melalui pertukaran saham, uang tunai, dan/atau surat hutang. Begitu kesepakatan telah selesai, sebuah pengumuman resmi dibuat antara kedua perusahaan tersebut.

Perlu dicatat bahwa due diligence dapat melewati tanggal penutupan. Oleh karena itu, pembayaran sebenarnya dapat ditangguhkan sampai opini hukum dapat dikeluarkan, laporan keuangan diaudit, dan cakupan due diligence tahap 2 dapat diselesaikan. Bukan hal yang aneh jika banyak kondisi tetap terbuka dan dengan demikian, perjanjian M&A mungkin memerlukan amandemen untuk mencakup hasil due diligence di masa depan.

Prinsip-Prinsip Akuntansi

Hal terakhir yang harus kita diskusikan adalah penerapan prinsip akuntansi untuk M&A. Saat ini, ada dua metode yang digunakan untuk memperhitungkan M&A:

Metode Pembelian: M&A dilihat secara prospektif dengan memperlakukan transaksi sebagai pembelian. Aset perusahaan target disajikan kembali ke nilai pasar wajar dan selisih antara harga yang dibayar dan nilai pasar wajar dibukukan ke neraca sebagai goodwill.

Metode Pooling of Interest: M&A dilihat secara historis (mengacu kembali pada nilai yang ada) dengan menggabungkan nilai buku dari kedua perusahaan. Tidak ada pengakuan goodwill. Perlu dicatat bahwa pooling of interest berlaku untuk M&A yang hanya terkait dengan saham.

Sekarang ini ketika aset fisik itu penting metode pembelian adalah metode terdepan untuk akuntansi M&A. Namun, karena pentingnya modal intelektual dan hal-hal tak berwujud lainnya telah berkembang, metode pooling of interest sekarang merupakan metode yang dominan untuk akuntansi M&A. Namun, di situlah letak masalahnya. Karena aset takberwujud menjadi sangat penting bagi bisnis, kegagalan untuk mengenali aset-aset ini dari M&A dapat secara serius mendistorsi laporan keuangan. Sebagai hasilnya, standar akuntansi Internasional dalam IFRS 3 telah menghapusan metode pooling of interest. Setelah dihapus, maka akan menjadi jauh lebih penting untuk sampai pada nilai pasar wajar aset perusahaan target. Untuk mengetahui aspek akuntansi yang komprehensif dapat merujuk pada buku teks Akuntansi Lanjutan yang banyak membahas tentang M&A.

Aspek Hukum Merger di Indonesia

Proses merger di Indonesia setidaknya harus mengikuti lima hal berikut:

Memenuhi syarat-syarat penggabungan. Syarat umum merger diatur dalam Pasal 126 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”) bahwa perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:

  1. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
  2. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
  3. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Syarat-syarat tersebut bersifat “kumulatif”, sehingga satu saja di antaranya dilanggar, mengakibatkan perbuatan hukum penggabungan tidak dapat dilaksanakan. Pasal 123 ayat (4) UUPT menambah satu lagi syarat bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan penggabungan. yaitu perlu mendapat “persetujuan” dari “instansi terkait”. Menurut penjelasan pasal ini, yang dimaksud Perseroan tertentu yang memerlukan persyaratan persetujuan dari instansi terkait adalah Perseroan yang mempunyai “bidang usaha khusus”. Antara lain lembaga keuangan bank dan yang non-bank. Sedang yang dimaksud dengan instansi terkait, antara lain Bank Indonesia (“BI”) untuk penggabungan perseroan perbankan.

Menyusun rancangan penggabungan. Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, Perseroan harus menyusun rancangan penggabungan. Rancangan penggabungan ini diatur dalam Pasal 123 UUPT jo Pasal 7 PP 27/1998:

  1. Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan yang menerima penggabungan menyusun rancangan penggabungan;
  2. Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-kurangnya:
  3. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  4. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
  5. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
  6. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
  7. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  8. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  9. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  10. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
  11. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
  12. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
  13. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
  14. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
  15. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  16. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
  17. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
  18. Kemudian terhadap rancangan penggabungan tersebut dimintakan persetujuan kepada Dewan Komisaris dari setiap perseroan yang menggabungkan diri.

Penggabungan disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”). Setelah rancangan penggabungan disetujui oleh Dewan Komisaris dari masing-masing perseroan yang menggabungkan diri, kemudian rancangan tersebut harus diajukan kepada RUPS masing-masing perseroan untuk mendapat persetujuan.

Ketentuan mengenai RUPS ini dapat juga kita temui dalam Pasal 89 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS untuk menyetujui Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

Pembuatan akta penggabungan. Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan penggabungan yang diajukan, maka rancangan penggabungan dituangkan dalam sebuah Akta Penggabungan (lihat Pasal 128 ayat [1] UUPT) yang dibuat   di hadapan notaris dan dalam Bahasa Indonesia.

Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan untuk menyampaikan pemberitahuan penggabungan kepada Menteri Hukum dan HAM (“Menteri”) (lihat Pasal 21 ayat [3] UUPT) untuk dicatat dalam daftar perseroan.

Apabila terdapat perubahan terhadap Anggaran Dasar (“AD”) sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UUPT maka perlu adanya persetujuan dari Menteri. Untuk itu perlu mengajukan permohonan untuk mendapat persetujuan Menteri atas penggabungan dengan perubahan AD.

Pengumuman hasil penggabungan. Pasal 133 ayat (1) UUPT mensyaratkan bagi direksi perseroan yang menerima penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dan dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.

Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan. Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal:

  1. persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
  2. pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar.

Due Diligence

Terdapat benang merah dalam sebagian besar proses M&A, yaitu due diligence. Due diligence adalah evaluasi yang sangat detail dan ekstensif terhadap penggabungan yang diusulkan. Pertanyaan utamanya adalah – apakah penggabungan ini akan berhasil? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus menentukan jenis “fit” apa yang ada di antara kedua perusahaan tersebut. Ini termasuk:

Fit dalam Investasi – sumber daya keuangan apa yang akan dibutuhkan, tingkat risiko apa yang sesuai dengan organisasi baru, dll?

Fit dalam Strategis – Kekuatan manajemen apa yang disatukan melalui M&A ini? Kedua belah pihak harus membawa sesuatu yang unik untuk menciptakan sinergi.

Fit dalam Pemasaran – Bagaimana produk dan layanan saling melengkapi antara kedua perusahaan? Seberapa baik berbagai komponen pemasaran sesuai – program promosi, nama merek, saluran distribusi, campuran pelanggan, dll?

Fit dalam Operasi – Seberapa baik unit bisnis dan fasilitas produksi yang berbeda sesuai? Bagaimana elemen operasi sesuai – karyawan, teknologi, kapasitas produksi, dan lain-lain?

Fit dalam Manajemen – Keahlian dan bakat apa yang dilakukan kedua perusahaan terhadap penggabungan usaha? Seberapa baik elemen-elemen ini sesuai – gaya kepemimpinan, pemikiran strategis, kemampuan untuk berubah, dll?

Fit dalam Keuangan – Seberapa baik elemen keuangan sesuai semuanya – penjualan, profitabilitas, pengembalian modal, arus kas, dll?

Due diligence juga sangat luas dan mendalam, meluas jauh melampaui area fungsional (keuangan, produksi, sumber daya manusia, dll.). Hal ini sangat penting karena due diligence harus mengekspos semua risiko utama terkait dengan penggabungan yang diusulkan. Beberapa area risiko yang perlu ditelusuri adalah:

  • Pasar – Seberapa besar target pasar? Apakah itu berkembang? Apa saja ancaman utama? Bisakah kita memperbaikinya melalui merger?
  • Pelanggan – Siapa pelanggannya? Apakah bisnis kami melengkapi pelanggan perusahaan target? Bisakah kita memberikan layanan atau produk baru kepada pelanggan ini?
  • Kompetisi – Siapa yang bersaing dengan perusahaan target? Apa hambatan persaingan? Bagaimana merger mengubah lingkungan persaingan?
  • Hukum – Masalah hukum apa yang dapat terjadi karena M&A? Kewajiban, tuntutan hukum, dan klaim lainnya yang beredar terhadap perusahaan target?

Alasan lain mengapa due diligence harus luas dan mendalam adalah karena manajemen mengandalkan terciptanya nilai sinergi. Banyak due diligence tahap 1 difokuskan untuk mencoba mengidentifikasi dan mengkonfirmasi adanya sinergi antara kedua perusahaan. Manajemen harus tahu apakah harapan mereka atas sinergi itu nyata atau salah dan seberapa banyak sinergi yang bisa diharapkan? Nilai total yang diberikan pada sinergi memberi gambaran beberapa gagasan tentang berapa besar premi yang harus mereka bayar di atas penilaian perusahaan target. Dalam beberapa kasus, penggabungan usaha dapat dibatalkan karena due diligence telah menemukan sinergi yang jauh lebih sedikit daripada apa yang diharapkan manajemen.

Membuat Due Diligence Terlaksana

Karena due diligence adalah upaya yang sangat sulit, Anda perlu mendaftarkan orang-orang terbaik Anda, termasuk para pakar dari luar, seperti investment bankers, auditor, penilai, konsultan hukum, dll. Tujuan dan sasaran harus ditetapkan, memastikan semua orang mengerti apa yang harus dilakukan. Setiap orang harus memiliki peran yang jelas karena ada batasan waktu yang ketat untuk menyelesaikan due diligence. Saluran komunikasi harus diperbarui terus menerus sehingga orang dapat memperbarui pekerjaan mereka saat informasi baru tersedia; Yaitu due diligence harus menjadi proses yang berulang-ulang. Selama due diligence perlu memberikan ringkasan laporan kepada top management.

Due diligence harus agresif, mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang perusahaan target. Ini bahkan mungkin memerlukan beberapa pekerjaan yang menyamar, seperti mengirim orang-orang dengan identitas palsu untuk mengkonfirmasi masalah kritis. Banyak informasi harus dikumpulkan agar due diligence bekerja. Informasi ini meliputi:

  1. Catatan Korporat: Anggaran dasar, undang-undang, notulen pertemuan, daftar pemegang saham, dll.
  2. Catatan Keuangan: Laporan keuangan setidaknya selama 5 tahun terakhir, surat menyurat dengan konsultan hukum, anggaran, daftar aset, dll.
  3. Rekaman Pajak: Pemeriksaan pajak setidaknya selama 5 tahun terakhir, kertas kerja, jadwal, korespondensi, dll.
  4. Catatan Regulasi: Laporan ke pengawas pasar modal, laporan yang diajukan ke berbagai instansi pemerintah, lisensi, izin, keputusan, dll.
  5. Catatan hutang: Perjanjian pinjaman, hipotek, kontrak sewa, dll.
  6. Catatan Pekerjaan: Kontrak kerja, daftar karyawan dengan gaji, catatan pensiun, rencana bonus, kebijakan personalia, dll.
  7. Catatan Properti: Kebijakan asuransi, penjelasan hukum, evaluasi site, penilaian, merek dagang, dll.
  8. Perjanjian Lain-lain: Perjanjian Joint venture, kontrak pemasaran, kontrak pembelian, perjanjian dengan direksi, perjanjian dengan konsultan, formulir kontrak, dll.

Due diligence yang baik adalah yang terstruktur dengan baik dan sangat proaktif; mencoba mengantisipasi bagaimana pelanggan, karyawan, pemasok, pemilik, dan pihak lain akan bereaksi begitu merger diumumkan. Ketika seorang analis ditanya tentang tiga hal terpenting dalam due diligence, jawabannya adalah “detail, detail, dan detail.” due diligence harus sangat mendalam jika Anda berharap dapat mengungkap berbagai isu yang harus ditangani untuk membuat merger dapat terlaksana.

Kesalahan Yang Dapat terjadi

Kegagalan melakukan due diligence bisa menjadi bencana. Reputasi perusahaan yang mengakuisisi bisa sangat rusak jika merger telah diumumkan kemudian ternyata dibatalkan. Misalnya, penggabungan antara Rite Aid dan Revco gagal mengantisipasi tindakan anti-trust yang mewajibkan penjualan toko ritel. Akibatnya, diharapkan sinergi tidak bisa diwujudkan. Ketika ditanya tentang merger tersebut, Frank Bergonzi, direktur keuangan Rite Aid berkomentar: “Anda menghabiskan banyak uang tanpa hasil.”

Kasus klasik tentang apa yang salah adalah penggabungan antara HFS Inc dan CUC International. Empat bulan setelah merger diumumkan, terungkap bahwa ada penyimpangan akuntansi yang signifikan. Setelah berita tersebut, perusahaan yang baru terbentuk, Cendant, kehilangan $14 miliar nilai pasar. Menjelang akhir tahun 1998, komisaris Cendant mengundurkan diri, investor telah mengajukan lebih dari 50 tuntutan hukum, dan sembilan dari empat belas anggota Direksi CUC mengundurkan diri. Dan pada tahun 2000, Ernst & Young dipaksa untuk membayar kepada pemegang saham sebesar $335 juta.

Akibatnya, due diligence sangat penting untuk mengungkap area masalah potensial, memperlihatkan risiko dan kewajiban, dan membantu memastikan bahwa tidak ada kejutan setelah merger diumumkan. Sayangnya, di lingkungan yang serba cepat saat ini, beberapa perusahaan memutuskan untuk lulus due diligence dan melakukan penawaran berdasarkan pada informasi intelijen dan informasi yang kompetitif. Ini bisa sangat berisiko.

Menyusun Ulang Laporan Keuangan

Salah satu tujuan due diligence adalah menghilangkan distorsi dari laporan keuangan perusahaan target. Hal ini diperlukan agar perusahaan yang mengakuisisi dapat memastikan nilai yang lebih realistis atas perusahaan target. Berikut adalah beberapa hal yang berkaitan dengan neraca:

  • Penyajian lebih rendah kewajiban, seperti pensiun, cadangan untuk kredit macet, dll.
  • Aset berkualitas rendah – berapakah nilai aset pasar relatif? Beberapa aset mungkin dinilai terlalu tinggi.
  • Kewajiban tersembunyi, seperti kontinjensi untuk tuntutan hukum yang tidak teridentifikasi.
  • Piutang yang terlalu tinggi – piutang mungkin tidak dapat ditagih, terutama piutang antar perusahaan.
  • Persediaan yang terlalu tinggi – tingkat persediaan yang meningkat dari waktu ke waktu dapat menunjukkan keusangan dan kurangnya daya jual. Cadangan LIFO juga bisa mendistorsi persediaan.
  • Penilaian surat-surat berharga jangka pendek – Jika perusahaan target memegang surat-surat berharga, apakah nilainya benar? Jika targetnya adalah investasi yang tidak dapat dipasarkan, apakah itu terlalu dibesar-besarkan?
  • Aset takberwujud – Aset takberwujud tertentu, seperti merek, mungkin secara serius dinilai terlalu rendah.

Umumnya, Anda berharap menemukan perbedaan yang signifikan antara nilai buku dan nilai pasar. Jika keduanya tidak berbeda secara substansial, maka due diligence harus menggali lebih dalam untuk memastikan tidak ada manipulasi nilai. Demikian juga, laporan laba rugi harus terdiri dari pendapatan “berkualitas”. Semakin dekat Anda dengan pendapatan “tunai” dan bukan pendapatan tipe “akrual”, semakin tinggi integritas penyajian pendapatan.

Karena merger sering ditujukan untuk efesiensi biaya, due diligence mungkin menghasilkan beberapa penyesuaian ke atas terhadap pendapatan perusahaan target. Hal ini benar terjadi jika targetnya adalah perusahaan swasta dimana eksesnya mudah. Berikut adalah beberapa contohnya:

  • Gaji pegawai sangat berlebihan sehubungan dengan pekerjaan mereka.
  • Jika gaji tinggi, maka uang pensiun akan tinggi.
  • Bonus, perjalanan, dan tunjangan lainnya berlebihan.
  • Kendaraan dan aset lainnya tidak perlu.
  • Anggota keluarga mengikuti daftar gaji dan mereka tidak berperan dalam menjalankan bisnis.
  • Konsultan dengan ikatan yang kuat dengan manajemen memberikan layanan yang tidak perlu.

Tujuan dari penyesuaian pendapatan ini adalah untuk kembali ke nilai riil yang akan ada setelah merger. Setelah semua penyesuaian yang diperlukan telah dilakukan, proyeksi keuangan dapat disiapkan.

Diluar Aspek Keuangan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, due diligence harus luas dan mendalam. Hal ini juga termasuk hal-hal seperti masalah budaya dan sumber daya manusia. Masalah “orang” ini yang akan sangat penting jika tiba waktunya mengintegrasikan kedua perusahaan tersebut. Oleh karena itu, due diligence membantu meletakkan dasar bagi integrasi setelah merger.

Due diligence budaya melihat budaya perusahaan dan mencoba untuk memastikan kecocokan organisasional antara dua perusahaan. Setiap perusahaan akan memiliki budaya sendiri, berasal dari beberapa komponen – kebijakan perusahaan, peraturan, rencana kompensasi, gaya kepemimpinan, komunikasi internal, lingkungan kerja fisik, dll. Due diligence budaya mencoba menjawab pertanyaan – Sejauh mana kedua perusahaan tersebut dapat berubah dan mengadopsi perbedaan antara dua budaya perusahaan? Semakin luas kesenjangan budaya, semakin sulit untuk mengintegrasikan kedua perusahaan. Akibatnya, due diligence budaya mengidentifikasi isu-isu yang penting untuk integrasi dan membantu rencana pengelolaan tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan perbedaan ini sebelum merger diumumkan.

Due diligence sumber daya manusia mencoba mengevaluasi bagaimana mengelola karyawan antara dua perusahaan. Beberapa isu berikut perlu dianalisis:

  • Bagaimana kita terus memaksimalkan nilai sumber daya manusia?
  • Apa kombinasi dan tunjangan yang tepat untuk organisasi baru?
  • Program insentif apa yang dibutuhkan untuk mempertahankan personil penting setelah Merger diumumkan?
  • Bagaimana karyawan diberi kompensasi oleh perusahaan target?
  • Bagaimana cara membandingkan gaji dengan pasar?
  • Bagaimana kita menggabungkan rencana pensiun, pesangon, dll?

Sangat penting melibatkan departemen sumber daya manusia dalam proses M&A sejak awal karena mereka memiliki wawasan yang kuat mengenai masalah budaya dan sumber daya manusia. Kegagalan untuk mengatasi masalah budaya, sosial, dan sumber daya manusia dalam due diligence ini merupakan alasan utama di balik kegagalan merger. Seoarang eksekutif berkata: “Kami tidak pernah mengantisipasi masalah orang dan seberapa besar mereka mencegah integrasi.” Oleh karena itu, pastikan Anda menyertakan masalah “orang” dalam due diligence. Poin ini dibuat dengan baik oleh Galpin dan Hendon dalam buku mereka The Complete Guide to Mergers and Acquisitions:

“Di era dimana merger diakui secara luas memiliki risiko dan kegagalan yang tidak proporsional, fakta mengejutkan bukanlah bahwa “budaya” harus menjadi isu kritis selama integrasi, namun yang mengejutkan adalah bahwa budaya organisasi dan isu-isu lain yang penting bagi integrasi belum menjadi isu sentral bagi eksekutif dalam perjanjian merger.”

Merger Terbalik

Merger terbalik adalah cara yang sangat populer bagi perusahaan pemula kecil untuk “go public” tanpa mengalami berbagai masalah dan biaya Penawaran Umum Saham Perdana (Initial Public Offering (IPO)). Merger terbalik, seperti namanya, bekerja secara terbalik dimana perusahaan swasta kecil mengakuisisi perusahaan publik (biasanya disebut Shell) untuk segera mendapatkan akses ke pasar modal untuk meningkatkan modal. Pendekatan kapitalisasi (merger terbalik) ini biasa dilakukan oleh perusahaan internet seperti stamps.com, photoloft.com, dll.

Contohnya adalah ichargeit, perusahaan e-commerce ini melakukan merger terbalik dengan Para-Link, distributor produk makanan yang terdaftar di bursa. Menurut Jesse Cohen, CEO ichargeit, IPO akan menghabiskan biaya $3 – 5 juta dan memerlukan waktu selama satu tahun. Sebagai gantinya, kami mengakuisisi perusahaan publik seharga $300.000 dan mengeluarkan saham untuk meningkatkan modal.

Masalah yang sering terjadi dengan merger terbalik adalah bahwa perusahaan Shell menjual dengan harga diskon yang besar karena suatu alasan; Ini penuh dengan kewajiban, tuntutan hukum, dan masalah lainnya. Konsekuensinya, due diligence sangat diperlukan untuk “membersihkan cangkangnya” sebelum merger terbalik bisa terjadi. Ini mungkin memakan waktu enam bulan. Masalah lain dengan perusahaan Shell adalah kepemilikan. Saham bisa murah disebabkan karena promotor yang mengelabuhi identitas pemilik sebenarnya. Begitu merger terbalik terjadi, para promotor membuang saham mereka ke pasar yang membuat harganya terjun bebas. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengkonfirmasi pemilik sebenarnya dari perusahaan shell dalam merger terbalik.

Advertisement

About akuntansibisnis
Me

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: