Strategi Nasabah Korporasi Menyelamatkan Diri dari Kegagalan Jiwasraya:Lebih Baik Hilang Sebagian atau Hilang Semuanya?
July 26, 2023 Leave a comment
Oleh: Pricillia Desy Tanadi
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa ketika pekerja telah memasuki usia pensiun, pekerja berhak mendapatkan sejumlah uang. Ketentuan ini digantikan oleh Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya, Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021. Namun peraturan baru tersebut tidak merubah materialitas estimasi kewajiban yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Untuk menghindari masalah arus kas pada saat kewajiban pensiun jatuh tempo, perusahaan dapat mengikuti program Dana Pensiun dengan menyetorkan sejumlah uang secara rutin setiap bulan dan baru bisa dicairkan di masa pensiun melalui Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). DPLK didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa. Salah satunya ialah PT Asuransi Jiwasraya yang merupakan perusahaan asuransi jiwa milik BUMN yang sudah berdiri dari tahun 1878 dan memiliki citra baik. Banyak nasabah korporasi yang mempercayakan Jiwasraya untuk mengelola Dana Pensiunnya.
Pada akhir tahun 2018, Jiwasraya mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo senilai Rp 802 miliar sekaligus mengumumkan bahwa aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp 23,3 triliun sedangkan kewajibannya mencapai Rp 50,5 triliun. Padahal terdapat kontrak dengan korporasi berjumlah 2.094 dengan kepesertaan mencapai 2,26 juta peserta dan jumlah kewajiban Jiwasraya terhadap korporasi mencapai Rp 24,4 triliun. Buruknya tata kelola dan indikasi korupsi diduga menjadi penyebab terjadinya permasalahan kompleks ini. Nasabah korporasi maupun retail terus mendesak pertanggungjawaban Jiwasraya hingga pemerintah diminta turut serta bertanggungjawab pada ancaman hilangnya hak nasabah. Pada akhir tahun 2021, akhirnya pemerintah memutuskan mendirikan PT Asuransi Jiwa IFG atau IFG Life yang diharapkan dapat menyelamatkan nasabah Jiwasraya.
Nasabah Jiwasraya ditawarkan opsi untuk melakukan restrukturisasi dengan mentransfer polis tersebut ke IFG Life. Secara singkat, terdapat tiga opsi restrukturisasi polis yang ditawarkan yakni manfaat akan dibayarkan dalam jangka waktu 15 tahun atau 5 tahun yang mana semakin pendek masa penyelesaiannya semakin besar potongan manfaat yang dibayarkan. Potongan nilai manfaat ini tentu akan memberatkan korporasi terlebih apabila program yang diikut sertakan adalah manfaat pasti sebesar nilai minimum yang diwajibkan pemerintah dibayarkan oleh korporasi, artinya jika nilai manfaat setelah dipotong dibayarkan oleh IFG Life kurang dari kewajiban yang harus dibayarkan kepada pekerja maka perusahaan harus menanggung dan mengeluarkan kas untuk membayarkan sisanya kepada pekerja. Selain itu jangka waktu penyelesaian juga menjadi permasalahan karena jika merunut pada peraturan seharusnya perusahaan membayarkan uang pensiun sekaligus. Di sisi lain, jika korporasi menolak restrukturisasi, tidak ada jaminan apakah Jiwasraya mampu membayarkan kewajibannya, apalagi sudah terancam likuidasi. Jika Jiwasraya sama sekali tidak mampu membayar, maka perusahaanlah yang harus membayarkan semuanya setidaknya sesuai dengan jumlah minimum kewajiban perusahaan.
Proses migrasi polis asuransi dari Jiwasraya ke IFG Life membutuhkan peran dan kerjasama internal nasabah korporasi. Penjelasan penundaan pembayaraan kewajiban dan kondisi terkini kepada pekerja membutuhkan peran Departemen Sumber Daya Manusia perusahaan. Di saat yang bersamaan, rekonsilasi antara data pekerja dan dokumen-dokumen pendukung pembayaran polis wajib dilakukan oleh Departemen SDM dan Departemen Keuangan korporasi untuk menghindari adanya penolakan transfer polis akibat kesalahan administrasi. Dalam menentukan opsi terbaik yang akan diambil perusahaan, perusahaan harus mencapai kesepakatan terlebih dahulu dengan pekerja termasukmempertimbangkan kemampuan arus kas perusahaan dalam hal membayar kekurangan kewajiban pensiun minimum kepada pekerja. Jika melihat dari sudut pandang pekerja, pekerja dapat bersikap tidak mau tahu dan menginginkan haknya tetap dibayarkan tepat waktu dan sekaligus oleh perusahaan. Namun, memberikan pemahaman dan berdialog dengan pekerja setidaknya dapat membantu perusahaan terhindar dari konflik hubungan industrial. Dengan mengikutsertakan program pensiun, sebenarnya para nasabah korporasi Jiwasraya ini telah mempedulikan kesejahteraan pekerjanya, di saat masih banyak korporasi yang bahkan tidak memperhatikan dana pensiun bagi pekerjanya. Perusahaan telah melakukan kewajibannya dengan membayar iuran untuk dana pensiun pekerja dan kegagalan Jiwasraya ini ialah murni kesalahan pihak ketiga yang dipercaya perusahaan.
Aspek perpajakan juga menjadi salah satu hal yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan. Terdapat perbedaan tarif pajak antara pembayaran manfaat pensiun melalui DPLK dan perusahaan. Jika perusahaan memilih untuk membayarkan kekurangan kewajiban langsung kepada pekerja maka atas manfaat tersebut akan dipotong sesuai dengan tarif progresif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 sedangkan jika dibayarkan melalui DPLK dalam hal ini IFG Life, tarifnya hanya 5% sehingga ada kemungkinan dengan hasil perhitungan yang sama, manfaat yang diperoleh pekerja akan lebih besar. Perusahaan harus benar-benar memperhitungkan dan membuat simulasi skema pembayaran ini untuk masing-masing pekerja, karena nilai manfaat pensiun masing-masing pekerja berbeda, bisa saja jika dibayarkan langsung oleh perusahaan lebih menguntungkan pekerja karena tarif progressif PPh 21 memungkinkan pekerja tidak perlu membayar pajak jika manfaat yang dibayarkan kurang dari Rp 50 juta. Tetapi, jika manfaat pensiun yang dibayarkan semakin besar maka sebaiknya dibayarkan melalui IFG Life. Sebagai ilustrasi, jika kekurangan manfaat pensiun yang harus dibayarkan kepada pekerja berada di atas Rp 500 juta, terdapat pajak 25% jika dibayarkan melalui perusahaan sedangkan jika dibayarkan melalui DPLK tarif pajaknya hanya 5%. Perusahaan dapat mengajukan skema top up atau opsi tambahan lainnya kepada IFG Life agar skema pembayaran seluruhnya melalui DPLK ini dapat dijalankan. Kekompakkan dan pertukaran informasi antara nasabah korporasi Jiwasraya dapat membantu satu sama lain karena desakan dari banyak pihak cenderung diprioritaskan oleh pihak yang bersangkutan.
Saat ini yang bisa dilakukan perusahaan ialah melakukan yang terbaik dari semua kemungkinan yang ada agar dana pensiun pekerja dapat diselamatkan sebanyak-banyaknya, walaupun tidak dapat dipungkiri jika dapat memilih seharusnya dana pensiun pekerja tetap diterima utuh dan tepat waktu. Namun, mengingat likuiditas dan permasalahan kompleks Jiwasraya, setidaknya dengan melakukan transfer polis ke IFG Life terdapat kepastian dana pensiun dibayarkan walau terdapat potongan dan dibayarkan secara bertahap. Seburuk-buruknya masih ada dana pensiun milik pekerja yang masih dapat diselamatkan, dibandingkan jika Jiwasraya dilikuidasi dan dana pensiun pekerja tidak dibayarkan sama sekali.

